Ada banyak teori-teori lahirnya hukum, saya copy-paste saja dari materinya “Pusaka Penuntun Seleksi Calon Hakim” dengan beberapa perubahan. Ini teori-teori yang paling terkenal:
- Teori teokrasi = teori ketuhanan = hukum berasal dari Tuhan, dijelaskan melalui kitab suci, dan dilaksanakan oleh penguasa. Raja atau penguasa dianggap mendapat kuasa dari Tuhan sebagai wakil Tuhan.
- Teori kedaulatan rakyat = Pada zaman Renaissance, timbul teori yang mengajarkan, bahwa dasar hukum itu ialah “akal” atau ‘rasio” manusia (aliran rasionalisme). Menurut aliran Rasionalisme ini, bahwa Raja dan Penguasa Negara lainnya memperoleh kekuasaannya itu bukanlah dari Tuhan, tetapi dari rakyatnya. Pada Abad Pertengahan diajarkan, bahwa kekuasaan Raja itu berasal dari suatu perjanjian antara Raja dengan Rakyatnya yang menaklukan dirinya kepada Raja itu dengan syarat-syarat yang disebutkan dalam perjanjian itu. Kemudian setelah itu dalam Abad ke-18 Jean Jacques Rousseau memperkenalkan teorinya, bahwa dasar terjadinya suatu negara ialah “perjanjian masyarakat” (Contract Social) yang diadakan oleh dan antara anggota masyarakat untuk mendirikan suatu Negara. Teori Rousseau yang menjadi dasar “Kedaulatan Rakyat” mengajarkan, bahwa negara bersandar atas kemauan rakyat, demikian pula halnya semua peraturan-perundangan adalah penjelmaan kemauan rakyat tersebut.
- Teori kedaulatan negara = Pada abad ke-19, Teori Perjanjian Masyarakat ini ditentang oleh Teori yang mengatakan, bahwa kekuasaan hukum tidak dapat didasarkan atas kemauan bersama seluruh anggota masyarakat. Hukum itu ditaati ialah karena negaralah yang menghendakinya. Hukum adalah kehendak negara.
- Teori kedaulatan hukum = Krabbe menentang Teori Kedaulatan Negara. Dia mengajarkan, bahwa sumber hukum ialah “rasa keadilan”. Menurut Krabbe, hukum hanyalah apa yang memenuhi rasa keadilan dari orang terbanyak yang ditundukkan padanya. Suatu peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dengan rasa keadilan dari jumlah terbanyak orang, tidak dapat mengikat. Peraturan-perundangan yang demikian bukanlah “hukum”, walaupun ia masih ditaati ataupun dipaksakan. Hukum itu ada, karena anggota masyarakat mempunyai perasaan bagaimana seharusnya hukum itu.
Oleh : Idik Saeful Bahri (idikms@gmail.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar