Pembaca bisa berdiskusi dengan Idik Saeful Bahri melalui email : idikms@gmail.com, idik.saeful.b@mail.ugm.ac.id, atau idikms@mahkamahagung.go.id

Sabtu, 01 Maret 2025

Alur Cerita Hukum Acara Agama

Kasus paling banyak dalam perkara agama Islam di Indonesia, adalah kasus perceraian. Kita misalkan, Rizal adalah seorang muslim, menikah dengan Musdalifah seorang muslimah. Selang beberapa bulan menikah, Musdalifah sebagai istri merasa hidupnya ditelantarkan oleh Rizal. Maka dia berniat untuk mengajukan gugatan cerai. Bagaimana prosesnya? Mari kita bahas singkat saja.

  • 1. Musdalifah tentu akan mendatangi pengacara untuk membantu pengurusan perceraian yang dia inginkan tersebut.
  • 2. Seperti biasa, pengacara akan membuatkan surat kuasa.
  • 3. Setelah surat kuasa, akan dibuatkan surat gugatan.
  • 4. Langsung saja tanpa bertele-tele, surat gugatan didaftarkan di pengadilan agama.
  • 5. Gugatan itu akan diberikan nomor registrasi oleh pengadilan agama.
  • 6. Ketua pengadilan akan membentuk majelis hakim.
  • 7. Nanti majelis hakim akan menetapkan tanggal sidang pertama.

Alur Cerita Hukum Acara Perdata

Mari membuat skenario kasus lagi. Iwan membuat suatu perjanjian jual beli dengan Rizal. Iwan sebagai penjual, Rizal sebagai pembeli. Anggap saja jual beli laptop. Keduanya membuat perjanjian tertulis. Dijelaskan dalam kontrak perjanjian, Iwan harus mengirimkan laptop maksimal tanggal 15 Januari. Sementara Rizal harus sudah melunasi pembayaran maksimal tanggal 20 Januari.

Ternyata eh ternyata, Rizal baru melunasi pembayaran pada tanggal 23 Januari. Iwan pun jengkel dan menganggap Rizal melakukan wanprestasi (tidak melaksanakan isi perjanjian). Iwan pun mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.

Bagaimana prosesnya? Oke kita jelaskan singkat ya.

  • 1. Iwan karena bukan mahasiswa hukum, dia akan mendatangi kantor advokat.
  • 2. Advokat akan membuatkan surat kuasa dari Iwan kepada advokat yang bersangkutan.
  • 3. Kemudian advokat tersebut akan membuat surat gugatan.
  • 4. Surat gugatan pun didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
  • 5. Seperti biasa, pendaftaran gugatan tersebut akan diberikan nomor registrasi oleh pihak pengadilan.
  • 6. Kemudian ketua pengadilan akan membentuk majelis hakim berisi 3 orang hakim.

Alur Cerita Hukum Acara Pidana

Mari kita mengangan-angankan suatu kasus. Musdalifah adalah seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Kota Bandung. Dia satu kelas dengan mahasiswa lain bernama Ana. Dia kemudian masuk ke dalam kelas dan mencuri laptop milik Ana. Bagaimana proses hukum acaranya?

Baiklah, kita uraikan secara mudah saja ya.

  • 1. Ana sebagai korban, dia akan membuat laporan kepolisian. Ingat ya, ini namanya laporan, bukan pengaduan.
  • 2. Pihak kepolisian akan membuat berita acara dalam penerimaan laporan tersebut.
  • 3. Kemudian pihak kepolisian akan membentuk tim penyelidik untuk melakukan penyelidikan. Tugas dari penyelidikan ini adalah untuk mengkonfirmasi apakah di kelas yang dimaksud Ana itu benar-benar terjadi pencurian atau tidak.

Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Hierarki peraturan perundang-undangan itu maksudnya adalah peraturan-peraturan yang wajib ditaati oleh setiap warga negara. Saudara sebagai mahasiswa hukum harus bisa membedakan mana hierarki peraturan perundang-undangan, mana sebuah kebijakan dari pemerintah. Konsekuensi keduanya bisa berbeda. Mari kita jelaskan singkat saja.

Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang terbaru diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu:

  1. Undang-Undang Dasar NRI 1945
  2. Ketetapan MPR
  3. UU/Perpu
  4. Peraturan Pemerintah (PP)
  5. Peraturan Presiden (Perpres)
  6. Peraturan Daerah tingkat Provinsi
  7. Peraturan Daerah tingkat Kabupaten/Kota
  8. Ditambah dengan setiap “Peraturan” yang dikeluarkan oleh lembaga yang lembaga tersebut dibentuk oleh UU, misalnya “Peraturan Mahkamah Agung (Perma)”, “Peraturan BPK”, “Peraturan BI”, “Peraturan KPU”, “Peraturan Menteri”, dan lain-lain.

Hierarki Lembaga Peradilan di Indonesia

Hierarki lembaga peradilan atau hierarki kekuasaan kehakiman disini, seluruhnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Ada 4 jenis peradilan ya di bawah MA, yang itu jika saudara main ke setiap pengadilan, di bagian depannya itu pasti jumlah tiang pengadilannya ada 4. Itu simbol. Apa saja ke empatnya itu?

1. PN, Pengadilan Negeri, alur proses di dalamnya disebut sebagai peradilan umum. Kompetensi absolutnya atau kewenangannya, secara sederhana hanya ada 2, yaitu: mengadili perkara pidana yang dilakukan rakyat sipil, dan mengadili perkara perdata yang bukan hukum Islam.

Hierarki Lembaga Negara di Indonesia

Selain hierarki lembaga negara, orang juga biasa menyebutnya sebagai pilar kekuasaan. Tapi sebelum itu, harus tau ya perbedaan lembaga negara saja dan lembaga tinggi negara. Yang lembaga tinggi negara itu adalah lembaga yang langsung berada di bawah UUD NRI. Lembaga tinggi negara juga bisa disebut sebagai lembaga negara. Sementara lembaga negara  saja itu ya selain yang lembaga tinggi negara.

Di Indonesia sekarang ini pasca-amandemen UUD NRI, setidaknya ada 8 pilar kekuasaan di bawah UUD. Prof. Mahfud MD menyebutnya sebagai hasta-as politica. Hasta itu artinya 8, politica itu kekuasaan. Jadi ada 8 pilar kekuasaan di Indonesia.

  • Presiden. Ini merupakan lembaga eksekutif. Orang biasa menyebutnya sebagai pemerintah. Presiden biasa juga  disebut sebagai kepala pemerintahan. Tugas dari presiden hanya satu saja: melaksanakan segala macam urusan pemerintahan. Hanya itu. Walaupun isinya ya luas sekali, mulai dari urusan pendidikan, ekonomi, kerakyatan, keamanan, bisnis, penegakan hukum, itu semua tugas presiden. Tapi karena presiden itu hanya satu orang, maka tugas yang banyak itu dibantu juga oleh para pembantu di bawahnya, yaitu menteri dan lembaga negara lainnya di bawah presiden seperti kepolisian dan TNI.

Penemuan Hukum

Materi penemuan hukum ini juga saya ambil langsung dari buku elektronik berjudul “Pusaka Penuntun Seleksi Calon Hakim”, karena saya menganggap sudah demikian mudah dipahami.

1. Metode Interpretasi

a. Subsumtif = dilihat dari teks UU

b. Gramatikal = dari kaidah bahasa

c. Formal = penjelasan otentik dari UU

d. Historis = dari sejarah

e. Sistematis = dari sistem peraturan

f. Sosiologis = dari sosial masyarakat

g. Komparatif = perbandingan

Teori Lahirnya Hukum

Ada banyak teori-teori lahirnya hukum, saya copy-paste saja dari materinya “Pusaka Penuntun Seleksi Calon Hakim” dengan beberapa perubahan. Ini teori-teori yang paling terkenal:

  1. Teori teokrasi = teori ketuhanan = hukum berasal dari Tuhan, dijelaskan melalui kitab suci, dan dilaksanakan oleh penguasa. Raja atau penguasa dianggap mendapat kuasa dari Tuhan sebagai wakil Tuhan. 
  2. Teori kedaulatan rakyat = Pada zaman Renaissance, timbul teori yang mengajarkan, bahwa dasar hukum itu ialah “akal” atau ‘rasio” manusia (aliran rasionalisme). Menurut aliran Rasionalisme ini, bahwa Raja dan Penguasa Negara lainnya memperoleh kekuasaannya itu bukanlah dari Tuhan, tetapi dari rakyatnya. Pada Abad Pertengahan diajarkan, bahwa kekuasaan Raja itu berasal dari suatu perjanjian antara Raja dengan Rakyatnya yang menaklukan dirinya kepada Raja itu dengan syarat-syarat yang disebutkan dalam perjanjian itu. Kemudian setelah itu dalam Abad ke-18 Jean Jacques Rousseau memperkenalkan teorinya, bahwa dasar terjadinya suatu negara ialah “perjanjian masyarakat” (Contract Social) yang diadakan oleh dan antara anggota masyarakat untuk mendirikan suatu Negara. Teori Rousseau yang menjadi dasar “Kedaulatan Rakyat” mengajarkan, bahwa negara bersandar atas kemauan rakyat, demikian pula halnya semua peraturan-perundangan adalah penjelmaan kemauan rakyat tersebut.

Sistem Hukum

Sekarang kita beralih ke sistem hukum. Sistem hukum itu adalah suatu rangkaian hukum di suatu negara secara utuh. Jika saya tanya kepada mahasiswa, “ada berapa sistem hukum di dunia ini?”, kemudian si mahasiswa menjawab, “ada 2, pak, civil law dan common law,” saya pastikan saya akan menjewer mahasiswanya.

Jika ditanya, “ada berapa sistem hukum di dunia?”, jawablah yang tegas, ”ada banyak, pak.” Karena jika saudara jawab hanya ada 2, maka saudara tidak bisa menjawab sistem hukum di Arab Saudi, di Korea Utara, di Rusia, di China, di Afrika, dan banyak negara lainnya. Mereka bukan  civil law system, bukan pula common law system.

Aliran dan Mazhab Hukum

Nah, aliran hukum ini salah satu kajian yang dipelajari lebih lanjut dalam materi filsafat hukum. Untuk melahirkan banyak corak hukum di dunia ini, ternyata ada sekian banyak perdebatan lintas zaman, dan itu tidak akan pernah berhenti. Sesekali saudara mungkin bisa bermeditasi, merenungkan apa si sebetulnya hukum itu, kemudian dibuat dalam sebuah gagasan yang terstruktur. Maka saudara sudah bisa disebut sebagai seorang filsuf hukum.

Pertanyaan mendasar tentang “’apa si hukum itu?”, “tujuan adanya hukum buat apa si?”, “jika tidak ada hukum kira-kira manusia tetap bisa hidup atau tidak si?”, “kira-kira rasa terhadap hukum itu ditentukan oleh Tuhan atau bukan si?”, dan pertanyaan-pertanyaan mendasar lainnya, memicu perdebatan lintas generasi dan memunculkan berbagai macam aliran. Kita mulai saja pembahasan ringkasnya ya.

Asas Hukum

Sebelum kita bahas asas hukum, ada baiknya kita mengenal 3 tingkatan hukum, yaitu:

  • Ilmu Hukum atau Dogmatika Hukum. Orang biasa menyebut ini sebagai hukum konkret. Contohnya ya norma hukum atau undang-undang. UU itu kan bisa dilihat, karena memang konkret.
  • Teori hukum. Orang biasa menyebutnya hukum yang semi konkret dan semi abstrak. Teori hukum itu di beberapa kasus bisa menjadi norma hukum jika dicantumkan dalam UU, tapi juga bisa abstrak karena tidak dicantumkan dalam UU. Nah yang termasuk teori hukum salah satunya adalah asas hukum. Asas hukum ini sebagian ada yang dicantumkan dalam UU, sebagian ada yang tidak dicantumkan dalam UU, tapi sama-sama memiliki kekuatan hukum mengikat. Yang tercantum di UU, misalnya asas legalitas ada di KUHP, asas pacta sund servanda ada di KUH Perdata, asas lex specialis derogat legi generali ada di KUH Dagang, dan lain-lain. Ada juga asas hukum yang tidak dicantumkan dalam UU, misalnya asas lex posteriori derogat legi priori, juga asas lex superiori derogat legi imperiori. Tapi walaupun tidak dicantumkan dalam UU, asas hukum tersebut tetap mengikat. Jadi jika ada UU A lahir pada tahun 2000 dan ada UU A juga lahir pada tahun 2021, maka jelas UU A yang berlaku adalah yang lahir pada tahun 2021. Apa dasar hukumnya? Asas!
  • Filsafat hukum. Orang biasa menyebutnya hukum yang abstrak. Ini merupakan kajian mahasiswa-mahasiswa doktoral hukum. Intinya, filsafat hukum adalah hal yang menjiwai dogmatika hukum dan teori hukum. Kenapa harus ada aturan pake helm bagi kendaraan roda dua di UU Lalu Lintas? Jawabannya karena untuk melindungi organ penting di otak bagian belakang manusia dari benturan jika terjadi tabrakan. Nah pemikiran seperti ini merupakan kajian filsafat hukum.

Jadi jelas ya, asas hukum itu adalah suatu pemikiran yang berjalan dibelakang norma hukum, dan walaupun tidak tercantum dalam undang-undang, asas hukum itu memiliki kekuatan mengikat yang sama.


Oleh : Idik Saeful Bahri (idikms@gmail.com)


Sumber Hukum

Kalo saudara ingin makan, saudara harus mencari sumber makanan, misalnya dengan pergi ke pasar, ke kebun, atau ke minimarket. Jadi jika ditanya, apa saja sumber makanan? Jawabannya ya: (1) Pasar, (2) Kebun, (3) Minimarket, dan lain-lain.

Begitupun dengan hukum. Untuk mencari hukum yang menjadi objek kajian di Fakultas Hukum, kita harus tau beberapa sumbernya. Untuk sumber hukum formil, setidaknya ada 5 yang terkenal:

  • Hukum tertulis, misalnya undang-undang;
  • Hukum tidak tertulis, misalnya kebiasaan;
  • Traktat atau perjanjian internasional, ini biasanya ada 2 jenis, ada namanya perjanjian bilateral (antara dua negara), ada perjanjian multilateral (lebih dari 2 negara);
  • Yurisprudensi atau putusan hakim;
  • Doktrin atau pendapat sarjanawan hukum.



Oleh : Idik Saeful Bahri (idikms@gmail.com)

Subjek Hukum

Baca baik-baik bagian ini, ya. Saya merasa gagal sebagai dosen jika mahasiswa semester atas masih gagap nggak paham soal subjek hukum. Pas tau mahasiswa nggak bisa jawab, saya cuma bisa mengelus dada sambil bilang, “duh Gusti, paringi sabarrr.... Gustiiii....”

Coba saudara perhatikan pertandingan badminton antara Lin Dan dan Taufik Hidayat. Saat nonton di tv, itu kan banyak banget orangnya ya. Si Lin Dan nya ada lagi maen, si Taufik Hidayat juga ada, si wasit juga ada lagi duduk ditengah, terus ada kameramen, ada pelatih, ada penonton, ada tukang sapu, dan segala macemnya.

Tapi walaupun di gedung saat pertandingan badminton itu banyak orang, kita tau sendiri kalo sejatinya yang maen itu ya cuma si Lin Dan sama si Taufik Hidayat. Nah itu namanya subjek. Orang yang jadi fokus perhatian, itu subjek namanya.

Lah sama dengan hukum. Gampangannya aja lah ya, anggap saja pengadilan itu sama kayak lapangan badminton, maka dua pihak yang sedang bersengketa di pengadilan, itu namanya subjek hukum. Atau kalo mau diartikan, subjek hukum itu orang yang bisa bertanggungjawab atas setiap tindakannya dihadapan hukum, atau dihadapan pengadilan.

Hukum Publik dan Hukum Privat

Kalau saudara baca buku saya yang lain yang fokus membahas Pengantar Ilmu Hukum, pembagian hukum itu bisa banyak sekali. Ada ius constitutum dan ius constiituendum, ada hukum pidana, perdata, administrasi, ada hukum tertulis dan tidak tertulis, dan pembagian yang lainnya.

Tapi diantara sekian banyaknya pembagian hukum, yang paling saya anggap penting, saudara wajib memahami apa itu hukum publik dan apa itu hukum privat.

Seperti yang saya jelaskan di dalam kelas, ini versi mudahnya ya, untuk memudahkan suatu hukum itu publik atau privat, lihat para pihak yang bersengketanya. Jika salah satu pihaknya ada unsur negara, maka itu jelas hukum publik.

Misalnya kasus pencurian yang itu bagian dari hukum pidana, coba perhatikan putusan hakim tentang kasus pencurian. Pihak yang dicantumkan itu cuma pihak terdakwa, karena pihak yang lainnya adalah penuntut umum. Penuntut umum ini berasal dari instansi negara yaitu Kejaksaan. Nah karena salah satu pihaknya ada instrumen negara, maka jelas, hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik.

Hukum Formil dan Hukum Materiil

Selain pembagian hukum publik dan privat, satu hal lagi yang penting untuk saudara pahami, yaitu membedakan mana itu hukum formil dan mana itu hukum materiil.

Sederhananya, hukum materiil adalah hukum substansi, isi dari produk hukum itu mengatur tentang apa. Sementara hukum formil, orang biasa menyebutnya sebagai hukum acara, adalah prosedur untuk menegakkan hukum materiil.

Berkali-kali saya contohkan di dalam kelas, misalnya saya membuat  aturan begini:

  1. Setiap mahasiswa dilarang merokok di dalam kelas.
  2. Selain merokok, mahasiswa juga dilarang membuang sampah sembarangan.
  3. Setiap mahasiswa yang terbukti merokok di dalam kelas, maka akan dikurangi 20 poin.
  4. Setiap mahasiswa yang terbukti membuang sampah sembarangan di dalam kelas, maka akan dikurangi 5 poin.
  5. Ketua kelas wajib menegur mahasiswa yang merokok dan membuang sampah sembarangan di dalam kelas.
  6. Ketua kelas wajib memerintahkan mahasiswa yang membuang sampah sembarangan untuk membuang sampahnya ke tempat sampah yang telah disediakan.
  7. Ketua kelas melaporkan nama-nama mahasiswa yang merokok dan membuang sampah sembarangan di dalam kelas kepada Kaprodi untuk ditindaklanjuti dengan pengurangan poin.

Dari 7 aturan diatas, saya katakan, poin angka 1 sampai dengan 4 bisa kita sebut sebagai hukum materiil, karena inti dari aturan diatas adalah larangan merokok dan membuang sampah sembarangan, termasuk isi sanksinya. 

Tujuan Hukum

Orang bikin layang-layang ya tujuannya biar bisa terbang. Orang bikin sapu ya biar bisa dipake bersih-bersih. Lah masa orang bikin hukum kagak ada tujuannya? Nggak mungkin kan?

Maka disusunlah setidaknya 3 tujuan hukum. Sebenarnya ya tujuan hukum itu tidak hanya 3, tapi 3 ini yang paling terkenal:

  • Teori Etis = Hukum itu Bertujuan Menciptakan Keadilan. Ini kagak usah dibahas ya, orang yang bukan mahasiswa hukum aja biasanya tau kalo hukum itu harusnya menciptakan keadilan.
  • Teori Positivis/Normatif = Hukum itu  Bertujuan Menegakkan Kepastian. Kepastian apa nih? Kepastian hubungan antara kamu dan si dia? Ya bukan itu. Kepastian disini adalah kepastian hukum. Kepastian hukum itu maknanya adalah hukum itu ditegakkan sesuai dengan isi tulisan di undang-undangnya. Misal nih, di undang-undangnya bilang, barang siapa yang mencuri dihukum 100 tahun. Nah, kepastian itu pake kacamata kuda. Pokoknya kalo ada yang mencuri harus dihukum 100 tahun sesuai undang-undang. Walaupun semisal ada nenek-nenek usia 70 tahun maling setangkai pohon, ya tetep 100 tahun hukumannya.

Sifat Hukum

Yang termudah dan wajib saudara pahami, setidaknya ada 2 sifat hukum:

  1. Hukum bersifat imperatif, maksudnya hukum itu bersifat mengikat dan memaksa. Ini biasanya berkaitan dengan hukum publik, misalnya peraturan perundang-undangan tentang hukum pidana.
  2. Hukum bersifat fakultatif, dia tidak terlalu mengikat dan juga tidak terlalu memaksa. Misalnya dalam hal hukum privat. Dalam KUH Perdata dijelaskan beberapa hal terkait isi perjanjian, namun dalam beberapa hal terkait isi perjanjian itu kita boleh untuk berbeda, dan perjanjian yang kita buat itu tetap dianggap sah.


Oleh : Idik Saeful Bahri (idikms@gmail.com)

Ciri-ciri dan Unsur-unsur Hukum

“Kamu kok kenal kalo orang pake jaket hitam itu si Moldi?”

“Ya karena aku tau ciri-ciri si Moldi. Dia kan gemuk orangnya, kalo pake sendal, pasti dia pake merek Swallow. Jadi kalo mukanya ketutup sama jaket pun, tetep tau...”

Udah kuliah di Fakultas Hukum, masa masih nggak tau ciri-ciri hukum si?

Hukum itu secara bahasa adalah aturan. Memang begitu definisi singkatnya. Jadi aturan dan larangan merokok di dalam kelas, auran untuk tidak membuang sampah sembarangan, aturan dosen saat ngasih tugas buat mahasiswanya, itu semua secara bahasa ya hukum. Ingat ya, itu definisi secara bahasa.

Tapi kan konyol, saudara bayar kuliah mahal-mahal di Fakultas Hukum, ternyata saat kuliah dosennya ngejelasin aturan untuk tidak membuang sampah sembarangan di dalam kelas. Lah itu kan nggak usah kuliah, kan? Buang-buang duit saja...

Definisi dan Jenis Norma

Mulai dulu dari norma ya. Norma itu apa si? Mudahnya, norma itu aturan yang diikuti masyarakat. Di beberapa buku, istilah “norma” ini sama maknanya dengan “kaidah”. Anggap saja lah ya norma itu ada 4 jenis, yaitu:

  • Norma Agama. Cirinya gampang kok. Kalo ada aturan yang sanksinya bawa-bawa nama Tuhan dan akhirat, nah itu norma agama. Misalnya yang beragama muslim, Iwan tidak melaksanakan sholat 5 waktu, pas ketahuan pak ustadz langsung dimarahi, “mau masuk neraka lu, Wan?” Nah itu contohnya, jadi jelas sholat 5 waktu bagi muslim itu termasuk norma agama yang ketika dilanggar, akan diancam dosa. 
  • Norma Kesusilaan. Untuk yang kedua ini, mudahnya gini aja lah ya. Semisal saudara ngelakuin sesuatu, kemudian dapet kecaman dari masyarakat, sampe-sampe mungkin saudara di usir dari rumah, nah itu norma kesusilaan. Semisal Rizal membunuh orang, memperkosa tetangganya, atau mencuri hp milik temannya. Nah si Rizal pasti jadi bulan-bulanan masyarakat. Norma kesusilaan ini sebagian besar biasanya sudah menjadi norma hukum, karena sudah diatur dalam UU. Norma kesusilaan ini biasanya bersifat universal, jadi di banyak daerah pasti hampir-hampir sama. Lah iya dong, pembunuhan misalnya, mau orang Jawa kek, mau orang Batak kek, mau orang Bali kek, mau orang Amerika kek, pasti sama-sama mengecam jika ada pembunuhan. 

Definisi Hukum

Hukum adalah aturan. Yap, betul. Tapi itu merupakan definisi secara bahasa. Definisi itu tentu terlalu luas cakupannya. Aturan buang sampah di dalam kelas, itu juga berarti hukum. Namun pertanyaannya, apakah aturan membuang sampah sembarangan di dalam kelas merupakan materi perkuliahan di Fakultas Hukum? Jelas tidak! Saudara mahal-mahal kuliah di Fakultas Hukum jelas akan sia-sia jika yang dibahas itu aturan tentang buang sampah atau aturan larangan merokok di dalam kelas. 

Di Fakultas Hukum, definisi hukum yang menjadi objek kajian jelas tidak hanya sekedar aturan. Tapi aturan itu harus disusun oleh lembaga yang berwenang, yakni lembaga yang berasal dari lingkungan negara, serta memiliki perangkat dalam penegakan hukumnya. Itulah definisi hukum yang akan menjadi objek kajian di fakultas hukum.

Saya sering mencontohkan di dalam kelas. Jika Fakultas Hukum membuat aturan larangan merokok di dalam kelas, dengan sanksi pengurangan poin bagi mahasiswa—iya betul dibeberapa universitas biasanya ada aturan poin, maka itu tidak akan dikaji dalam kelas hukum, walaupun yang membuat aturan itu Fakultas Hukum sendiri. Mengapa? Karena Fakultas Hukum bukanlah lembaga yang berwenang. Tapi jika seandainya ada aturan larangan merokok di Jalan Malioboro Yogyakarta berupa Perda atau Peraturan Daerah, maka itulah salah satu objek kajian di Fakultas Hukum.