Pembaca bisa berdiskusi dengan Idik Saeful Bahri melalui email : idikms@gmail.com, idik.saeful.b@mail.ugm.ac.id, atau idikms@mahkamahagung.go.id

Permohonan Maaf


Saya mengakui bahwa diri saya hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, kekhilafan, dan perbuatan dosa. Dalam perjalanan hidup ini, saya banyak melakukan singgungan-singgungan yang cukup keras dan fatal, sehingga sedikit banyak mempengaruhi kehidupan saya saat ini. Beberapa pihak mungkin sampai memiliki emosi yang meluap-luap atas tindakan saya.

Di halaman ini, akan saya uraikan permohonan maaf saya. Dengan hati yang sangat dalam, permohonan maaf ini tidak menafikan permohonan maaf secara langsung. Saya mungkin merasa sangat malu untuk menunaikan permohonan maaf secara langsung. Sehingga tulisan ini saya buat untuk mewakili rasa hati terdalam saya dan juga untuk jaga-jaga jika saya tidak sampai umur untuk menyampaikannya secara langsung.

  • Bagi keluarga besar saya, jika dalam perkataan dan perbuatan saya menimbulkan rasa sakit hati yang amat dalam, saya minta maaf yang sebesar-besarnya. 

  • Kepada teman-teman saya semua, dari sejak saya lahir sampai sekarang, jika ada perkataan, perbuatan, dan apapun dari saya yang membuat hati tersakiti, saya mohon maaf atas segala tindakan saya yang kurang berkenan tersebut.
.
  • Kepada guru-guru saya, mulai dari guru ngaji, guru di al-Idrus, di SD, MTs, SMA, hingga para dosen di UIN dan UGM, jika saya pernah melakukan perbuatan diluar batas saya mintakan maaf yang sebesar-besarnya.

  • Terkhusus kepada rekan-rekan di perguruan silat Hikmatul Iman (HI), saya pernah melakukan kegaduhan dengan menyatakan tuduhan sesat. Saya bahkan pernah meminta pembubaran HI SMAN 3 Kuningan langsung kepada pihak kepala sekolah dan guru agama. Saya juga pernah tergabung di HIW (Hikmatul Iman Watch) dan pernah mengirimkan banyak berkas ke berbagai lembaga untuk menyerang HI. Hingga akhirnya HI menyatakan membubarkan diri dan berganti nama dengan nama lain. Secara substantif, hingga saat ini saya masih kukuh dengan pendapat saya terdahulu. Konsep sejarah manusia yang diakui HI waktu itu, konsep kenabian yang diyakini HI, dan konsep-konsep lain di HI masih saya tolak hingga saat ini. Saya berpendapat bahwa konsep-konsep pemikiran tersebut bertentangan dengan konsep yang diyakini umat Islam, khususnya yang beraliran Ahlussunnah wal Jama'ah. Namun terlepas dari perdebatan pemikiran itu, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kegaduhan saya yang dinilai berlebihan oleh beberapa pihak. Kala itu saya masih anak SMA, masih ABG yang pikirannya belum matang sehingga terlalu berani untuk menyerang secara frontal. Terlebih kepada Pak Guru Aam Muharam yang merupakan pembina HI SMAN 3 Kuningan, saya ucapkan maaf yang setulus-tulusnya atas kegaduhan yang saya buat.

  • Terkhusus kepada beberapa alumni RISBA (Rohaniawan Islam Baiturrahim) SMAN 3 Kuningan, yaitu A Imam Syah Rabbani dan A Galih. Saya pernah menahkodai RISBA selama satu periode kepengurusan. Pada saat itu saya banyak terpengaruh oleh pemikiran yang dibawa A Imam yang sebenarnya bertolak-belakang dengan latang belakang keluarga saya. Namun saat SMA itu saya sempat terdoktrin, hingga dalam hati terkecil saya pernah "hampir" mengkafirkan kedua orang tua saya karena masalah jimat yang bertuliskan al-Qur'an (yang pernah di bahas ketika i'tikaf di Bandung). Gara-gara doktrin ini pula saya berani terang-terangan menyerang HI dengan dalih amar ma'ruf nahi munkar. Memang saya tidak sependapat dengan HI, namun biasanya saya acuh tak acuh dan tidak akan seberani itu jika tanpa didukung beberapa doktrin di RISBA. Hingga ketika saya lulus saya mulai mengkaji kelompok-kelompok pemikiran Islam (al-Firaq al-Islamiyah). Dan pada akhirnya saya berkesimpulan saya hampir terjerumus ke dalam bentuk doktrin yang berbeda dengan yang dipahami di keluarga. Saya taubat dan kembali ke ajaran akidah Ahlussunnah wal Jama'ah al-Asy'ariyah. Dari sejak saat itulah saya gencar menyerang kelompok Salafi/Wahabisme yang dasar pemikirannya memang mudah membid'ahkan, menyesatkan, dan mengkafirkan orang lain. Hingga saya pernah berdiskusi dengan A Imam tentang kedudukan Syi'ah dalam Islam. A Imam dulu berpendapat bahwa seluruh Syi'ah sudah keluar dari Islam, namun saya berpendapat bahwa "tidak semua" Syi'ah itu kafir, ada Syi'ah yang memang masih bisa ditoleransi. Lebih dari itu, saya mulai tampak emosi ketika A Imam mulai menuduh rektor saya di UIN Sunan Kalijaga saat itu, Prof. Dr. Musa Asy'ari sebagai antek Syi'ah. Namun mungkin gara-gara perdebatan inilah, hubungan kami terputus. Begitu juga dengan A Galih. Karena niat untuk menyerang A Imam dengan membuat postingan-postingan menyindir aliran Salafi/Wahabisme sehingga A Galih harus memutus hubungan pertemanan dengan saya. Saya katakan hingga detik ini bahwa dari segi pemikiran akidah, saya menolak paham-paham yang berasal dari Ibnu Taimiyah dan segala turunan nya. Namun terlepas dari perdebatan pemikiran yang pernah saya lontarkan, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada beberapa alumni RISBA yang mungkin masih tersinggung dengan serangan saya, khususnya untuk A Imam dan A Galih.

  • Terkhusus untuk Rumah Inggris Jogja (RIJ). Saya pernah tinggal disini selama satu tahun. Namun ada beberapa kekecewaan saya atas pelayanan di RIJ yang membuat saya  agak jengkel. Tapi alih-alih saya komplain ke RIJ langsung, khususnya kepada pemiliknya Mr. Abdul Hamid, saya justru melakukan komplain di ranah publik. Lepas dari kekecewaan saya atas pelayanan di RIJ, saya haturkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas perilaku saya yang dirasa tidak elok dan tidak pantas itu.

  • Terkhusus kepada rekan-rekan di Gema Pembebasan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Ketika S1 di UIN Sunan Kalijaga, saya sempat mengikuti pelatihan di Gema Pembebasan. Sebenarnya alasan masuk ke Gema Pembebasan bukan dari pemikiran ideologi, namun hanya penasaran karena biaya masuk organisasi hingga biaya pelantikan hanya Rp.5.000 saja. Padahal di organisasi lain masuk pendaftarannya bisa Rp.15.000 dan pelantikan bisa mengeluarkan biaya tambahan hingga Rp.50.000. Karena biaya ringan itu lah saya penasaran ikut. Ketika masuk di acara pelantikan, saya baru paham ternyata pemikirannya berbeda dari yang saya anut. Sejak dari pelantikan itu saya biasa menyerang HTI dengan frontal di media sosial. Bahkan sampai saat ini pun, pemikiran HTI tentang khilafah islamiyah masih saya tolak, dan ketika pemerintah membubarkan HTI saya berada di posisi yang mendukung pemerintah. Namun lepas dari perdebatan pemikiran itu, saya haturkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya jika cara saya berdiskusi sudah keluar dari konteks yang wajar.

  • Dan juga saya meminta maaf kepada pihak lain diluar dari yang saya sebutkan diatas, kepada para pedagang yang mungkin tidak saya bayar makanannya, teman-teman kos, dan lain sebagainya, saya haturkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya dan memohon untuk keikhlasannya jika ada makanan dan barang yang saya makan atau saya gunakan tanpa izin. Insya Allah untuk hal makanan dan kebendaan lain yang mungkin tidak sempat saya bayar dan tidak bisa saya ingat satu persatu, akan saya ganti dengan santunan kepada faqir miskin.

Seiring berjalannya waktu, pola berpikir saya sudah menuju ke arah yang lebih baik. Saya mulai belajar untuk mengontrol emosi, menyampaikan kritik dengan kesantunan, bagaimana menjalin hubungan dengan orang yang berbeda pemikiran bahkan jika pemikiran itu sudah masuk kategori perdebatan akidah dalam Islam. Oleh karena itu, atas nama pribadi dan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun, saya haturkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya.

Seluruh tulisan-tulisan saya di internet yang berisi upaya memojokkan, menyinggung dan menghina sudah saya hapus semuanya. Namun bila ada yang tersisa dan luput belum saya hapus, kiranya yang berkepentingan bisa menghubungi saya secara personal.

Jika kesalahan-kesalahan saya bagi sebagian pihak layak untuk diputuskan tali silaturahim nya, saya berdoa semoga saya diampuni, dan Insya Allah saya akan belajar banyak dari kesalahan-kesalahan tersebut dan saya siap untuk menghadapi sebagian umur saya dengan penuh ke hati-hatian.

Rasa bersalah ini hadir dari peristiwa meninggalnya Bapak. Saya baru benar-benar tersadarkan bahwa jiwa ini juga akan merasakan sakitnya sakaratul maut. Pada hakikatnya kematian akan mendatangi setiap orang, setiap yang bernyawa. Baru sejak itu saya belajar bahwa kehidupan ini bukan hanya sekedar memperjuangkan kebenaran semata, namun juga menjalin harmonisme dengan sesama.



Tertanda,
Idik Saeful Bahri, S.H., M.H.

Tidak ada komentar: