Pembaca bisa berdiskusi dengan Idik Saeful Bahri melalui email : idikms@gmail.com, idik.saeful.b@mail.ugm.ac.id, atau idikms@mahkamahagung.go.id

Selasa, 10 Desember 2019

Bidang Tasawwuf yang Hak


Bagi sebagian orang, istilah tasawwuf memang agak kurang populer, tapi penulis yakin bagi sebagian yang lain, istilah ini sudah tidak asing lagi. Dahulu, istilah ini sudah tidak pernah dipertentangkan, karena memang istilah ini sering dilakukan oleh ulama-ulama besar. Kontroversi muncul belakangan ini, lebih khusus muncul dari kalangan Wahabi yang anti tasawwuf.
Menurut kelompok Wahabi, tasawwuf adalah perilaku yang ghuluw, yang haram untuk dilakukan. Mereka berdalih, bahwa hal ini tidak pernah dilakukan oleh nabi. Sudah menjadi sesuatu hal yang kita ketahui, bahwa memang kelompok Wahabi ini hanya membawakan sebuah hadits saja dalam berdakwah, yakni kullu bid’atin dhalalah.

Tafsir Tentang Syahadat


Syahadat adalah suatu gerbang suci dari masa kegelapan menuju masa pencerahan. Syahadat adalah bacaan paling penting dalam agama Islam. Dengan membaca syahadat dan meyakini kebenarannya, maka secara otomatis, hak-hak orang tersebut akan agama Islam harus dipenuhi, dan kewajiban-kewajiban Islam terhadap dirinya sudah mulai berlaku.

Hanya saja, orang yang baru masuk Islam tentu harus beradaptasi dengan agama barunya. Maka dari itu, kita sebagai orang Islam, seharusnya mendorong dan terus mendukung orang yang baru masuk Islam untuk terus belajar akan agama ini.

Ijtihad Ulama (Ijma' dan Qiyash)


Sudah beberapa kali kita singgung, bahwa slogan “kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah” adalah salah satu slogan yang tidak masuk akal. Istilahnya memang baik, dan sangat Islami. Hanya saja dalam penerapannya, hal itu agak kurang meyakinkan. Dan slogan itu justru memicu banyaknya tafsiran-tafsiran baru, yang kemudian memunculkan aliran baru. Dengan memberikan keleluasaan bagi setiap manusia untuk menafsrikan al-Qur’an dan as-Sunnah, maka disitulah gerbang kesesatan akan terbuka lebar.

As-Sunnah Sebagai Sumber Kedua


Tidak bisa disangkal lagi, bahwa apa yang menjadi sabda nabi, tidak lain adalah sesuatu hal yang sudah dikehendaki oleh Allah. Nabi tidak berbicara dengan nafsunya, tapi semata-mata merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah untuk kemudian disampaikan kepada ummatnya.
Seluruh ulama Islam pasti setuju, bahwa hadits nabi merupakan sumber hukum kedua. Hadits nabi inilah yang sedikit banyak menjelaskan makna al-Qur’an. Hadits nabi adalah penjelasan al-Qur’an yang paling bisa dipercaya, karena langsung ditafsirkan oleh nabi.

Al-Qur'an Sebagai Sumber Utama


Sudah kita bahas sebelumnya, bahwa ada 4 kitab yang harus dipercayai sebagai firman Allah, yaitu kitab Taurat, Zabur, Injil, dan al-Qur’an. Setiap kitab itu diturunkan oleh Allah kepada rasul yang berbeda. Dan perlu kita pahami, bahwa setiap kitab yang baru saja diturunkan, secara otomatis menggantikan peran kitab sebelumnya. Ketika kitab Taurat diturunkan oleh Allah, maka seluruh ketentuan agama sebelum zaman nabi Musa, semuanya dianggap tidak berlaku. Ketika kitab Zabur diturunkan, kitab Taurat masih berlaku, karena Zabur tidak berisi aturan-aturan agama secara rinci. Tapi ketika Injil diwahyukan oleh Allah kepada nabi Isa, maka secara otomatis ketentuan hukum agama di dunia ini diambil alih oleh Injil. Dan ketika al-Qur’an diturunkan, maka seluruhnya dinyatakan harus berkiblat kepada al-Qur’an.

Memaknai Qadla dan Qadar


Tidak bisa kita sangkal lagi, bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu. Semua yang ada di alam raya ini, tidak lain merupakan kehendak Allah. Semua kejadian yang telah kita saksikan, yang pernah kita dengar, tidak ada satu pun yang terjadi tanpa ketentuan Allah. Allah benar-benar berkuasa atas segala sesuatu.

Kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan) dalam kitab Lauhul Mahfudz yang terjaga rahasiaannya dan tidak satu pun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semuanya mutlak merupakan kehendak Allah Azza wa Jalla.

Membaca Kitab-Kitab Allah


Di dalam Rukun Iman dan Rukun Islam, setidaknya terjadi perbedaan pengurutan dua rukun. Di dalam Rukun Islam, yang sering terjadi perbedaan adalah pengurutan antara zakat dan puasa. Sementara di dalam Rukun Iman, yang sering terjadi kesalahan pengurutan adalah antara iman kepada kitab-kitab Allah dan iman kepada para nabi dan rasul.
Penulis kira, kita tidak harus memperdebatkan hal semacam ini. Setiap pendapat memiliki alasan masing-masing. Pengurutan yang dilakukan memang sejatinya diambil karena suatu rukun dianggap lebih utama ketimbang rukun yang lainnya. Itulah alasan mengapa rukun iman kepada Allah berada di posisi pertama, karena iman kepada Allah lebih utama diantara yang lainnya. Sama dengan syahadat, diposisikan di nomor satu ketimbang rukun yang lain. Karena syahadat dianggap sebagai rukun paling penting untuk masuk Islam.

Mendalami Para Malaikat


Salah satu rukun iman yang harus kita percayai adalah iman atau meyakini akan adanya malaikat-malaikat Allah. Malaikat ini merupakan makhluk yang paling setia di sisi Allah dan dianggap sebagai tentara Allah yang siap bertempur jika memang diperintahkan oleh Allah. Malaikat juga digambarkan sebagai makhluk yang tidak memiliki nafsu, artinya tidak ada sama sekali pembangkangan terhadap perintah Allah.

Dalam bahasa Arab, kata “malaikat” merupakan jamak dari kata “malak” yang berarti kekuatan. Jadi malaikat adalah kekuatan-kekuatan yang patuh pada ketentuan dan perintah Allah. Malaikat dalam Islam, merupakan hamba dan ciptaan Allah yang dijadikan dari nur atau cahaya, merupakan makhluk yang mulia dan terpelihara daripada maksiat. Mereka tidak berjenis kelamin, tidak bersuami atau isteri, tidak memiliki ibu atau bapak dan tidak beranak. Mereka tidak tidur dan tidak makan serta tidak minum. Mereka mampu menjelma dengan berbagai macam rupa yang dikehendaki dengan izin Allah.

Memahami Allah Azza wa Jalla


Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwasanya alam yang begitu besar ini tentu ada yang menciptakan. Hal yang tidak logis jika alam ini hadir dengan sendirinya. Bagaimana mungkin bumi ini diciptakan dengan akurasi yang luar biasa, tidak terlalu dekat dengan matahari, juga tidak terlalu jauh dengan matahari. Jika bumi diciptakan lebih dekat dari yang sekarang dengan matahari, maka suhu bumi ini tidak akan mungkin bisa ditinggali manusia, karena saking panasnya. Pun demikian, jika bumi diciptakan lebih jauh dari yang sekarang, konsekuensinya adalah suhu bumi akan sangat dingin, dan tentu saja tidak bisa dihuni oleh manusia.

Keteraturan-keteraturan alam raya ini telah mengundang spekulasi universal di dalam diri manusia, bahwa alam raya ini tentulah ada yang menciptakan. Hampir semua manusia antar generasi menyadari adanya dzat yang maha kuasa yang menciptakan dirinya, juga menciptakan alam semesta. Maka kesepakatan itupun muncul, bahwa pencipta manusia dan alam semesta ini adalah Tuhan.

Belajar Islam, Iman, dan Ihsan


  • A.    Pentingnya Agama

Manusia jelas tidak kuasa untuk menciptakan dirinya, dan memang tidak sanggup untuk menjadikan sesuatu untuk dirinya. Maka jelas bahwa dirinya dan segala sesuatu yang menjadi keperluan hidupnya itu, ada yang menciptakan. Itulah Tuhan semesta alam yang disebut Allah.

Sudah tidak diragukan lagi dan tidak ada yang menyangkal bahwa manusia mempunyai tabiat untuk mementingkan dirinya sendiri dibandingkan kepentingan orang lain. Lebih jelasnya, manusia mempunyai sifat tamak. Akibatnya, terjadilah kekacauan dan perpecahan di kalangan manusia, sebab yang satu ingin menguasai yang lain. Sejarah telah membuktikan bahwa dunia ini telah lama tenggelam di dalam kegelapan. Hukum yang berlaku pada saat itu adalah hukum rimba, yakni siapa yang kuat dia yang menang, dan manusia menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tentang al-Asy'ari dan al-Maturidi


Sudah pernah penulis singgung, bahwasanya ajaran Ahlussunnah wal Jamaah tidak lain adalah ajaran nabi itu sendiri. Hanya saja, untuk mencapai kebenaran yang dibawa nabi, kita harus melewati setiap ulama antar generasi. Dengan memahami ulama-ulama sebelum kita, setidaknya memberikan ruang yang luas bagi kita untuk memahami konsep yang dipahami oleh nabi dan para sahabatnya.

Perlu juga kita pahami disini, bahwa ulama-ulama di zaman Tabi’in merupakan patokan kita dalam menentukan sebuah ajaran yang hak maupun bathil. Karena di zaman Tabi’in dan setelahnya lah, terjadi perpecahan besar di kalangan umat Muslim. Tonggak-tonggak ajaran yang sekarang ada, hampir semuanya lahir di zaman Tabi’in dan Tabiut Tabi’in. Ajaran Syiah, Khawarij, Murji’ah, Muktazilah, Qadariyyah, Jabariyyah, dan segala macamnya, tidak lain bermunculan di masa-masa Tabi’in.

Tauhid ala Ahlussunnah wal Jamaah


  • A.    Pentingnya Teologi

Tauhid atau bahasa kerennya adalah teologi adalah sebuah bidang keilmuan dalam dunia Islam. Ilmu ini lebih fokus dalam memahami hakikat ketuhanan. Menurut penulis, teologi dan tauhid memiliki makna substansi yang berbeda. Teologi memiliki pengertian yang lebih luas, karena diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang ketuhanan. Sementara tauhid adalah bagian dalam kaidah dan kajian teologi, yakni sebuah aliran yang mengklaim bahwa Tuhan itu satu.

Tauhid atau teologi adalah landasan paling pokok dalam Islam. Penulis meyakini, bukan hanya Islam yang menjadikan teologi sebagai ajaran inti, tapi seluruh agama yang ada di dunia ini. Jika anda ingin masuk kedalam agama Kristen, maka anda harus mempercayai bahwa Yesus itu Tuhan. Jika anda ingin masuk ke agama Buddha, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mengakui bahwa Buddha adalah Tuhan. Begitupun dengan Islam. Jika anda ingin dikatakan sebagai orang Islam, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengakui dan meyakini bahwa “Tiada Tuhan selain Allah, dan nabi Muhammad adalah utusan terakhir Allah”.

Mengenal Ajaran Ahlusunnah wal Jamaah


Jika pembaca keliling dunia dari Barat hingga ke Timur, dan bertanya tentang madzhab dalam furu’ syariat dan i’tiqad di berbagai wilayah Islam, maka pembaca akan mendapatkan jawaban yang kurang lebih seperti ini:

  • 1.      Maroko menjawab madzhab Maliki / Ahlussunnah wal Jamaah
  • 2.      Al-Jazair menjawab madzhab Hanafi / Ahlussunnah wal Jamaah
  • 3.      Tunisia madzhab Hanafi / Ahlussunnah wal Jamaah
  • 4.      Libya madzab Hanafi / Ahlussunnah wal Jamaah
  • 5.      Turki madzhab Hanafi / Ahlussunnah wal Jamaah
  • 6.      Mesir madzhab Hanafi dan Syafi’i / Ahlussunnah wal Jamaah

Syiah Bukan Islam, Slogan Orang Bodoh


Banyak beterbangan disekeliling kita spanduk-spanduk atau pamflet-pamflet yang isinya mengkafir-kafirkan Syiah. Entah pengkafiran yang mereka lakukan itu merupakan bagian dari kepedulian mereka terhadap dunia Islam, atau justru menjadi belenggu dan hanya motif politik. Golongan yang mengkafirkan ini memberikan banyak bukti tentang kekafiran Syiah, misalnya perbedaan syahadat antara kaum Syiah dan Sunni. Ada juga yang memuat perbedaan tata cara wudlu dan shalat. Semuanya mereka kupas, seolah-olah mereka sangat kritis terhadap data yang mereka dapatkan. Tapi apa betul dan valid seluruh data-data yang mereka sampaikan itu? Atau hanya sekedar data busuk yang tidak berarti sama sekali?

Awalnya penulis agak kaget melihat banyaknya spanduk bertuliskan “Syiah Bukan Islam” di kota yang sering disebut sebagai the city of tolerant. Karena penulis meyakini, ada kesalahan analisa yang dilakukan oleh golongan-golongan ini. Pasti terjadi kesalahan sudut pandang hingga membuat keputusan sepihak yang bahkan tak berdalil sama sekali.

Memaknai Qadla dan Qadar

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Q.S. Al-Hadid : 22).

Qadla dan Qadar merupakan salah satu dari Rukum Iman yang kita percayai. Kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan) dalam kitab Lauhul Mahfudz yang terjaga kerahasiaannya dan tidak satu pun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semuanya mutlak merupakan kehendak Allah Azza wa Jalla.

Larangan Menafsirkan Agama Tanpa Ilmu


Beredar sebuah slogan yang cukup menarik di tengah-tengah masyarakat, yaitu “Kembali Kepada al-Qur’an dan Hadits”. Slogan ini jelas sangat Islami, tidak bertentangan dengan ketentuan Syara’ dan pendapat para ulama. Namun kadangkala slogan ini di salah artikan oleh kelompok tertentu dalam memahami agama ini. Mengembalikan segala sesuatu permasalahan agama hanya kepada al-Qur’an dan Hadits saja tentu tidak bijaksana sama sekali. Hal ini secara tidak langsung mengesampingkan pendapat para ulama (Ijtihad, Ijma’, dan Qiyash) sebagai sumber hukum Islam. Implikasi paling konkret dari kesalahan memahami slogan ini adalah penyerangan suatu kelompok terhadap amaliyah mayoritas orang Indonesia yang tidak memiliki landasan dalil di dalam al-Qur’an dan Hadits, seperti tahlilan, maulidan, selametan, dan yang lainnya. Karena amalan-amalan tersebut tidak ada di dalam al-Qur’an dan Hadits, lantas mereka menuduhnya sebagai suatu perbuatan bid’ah.

Ketika Wahid Hasyim Membaca Kebangkitan Islam


Wahid Hasyim adalah anak dari Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dan merupakan ayah kandung dari Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Wahid Hasyim adalah menteri negara dalam kabinet pertama RI. Awalnya penulis tidak terlalu mempedulikan tokoh bernama Wahid Hasyim. Penulis hanya mendengar nama Wahid Hasyim sebagai nama jalan raya, dan tidak tertarik untuk meneliti lebih jauh sosok Wahid Hasyim.

Tapi ternyata, apa yang sudah menjadi pandangan penulis selama ini, tidak terasa sudah dilandasi oleh pemikiran-pemikiran Wahid Hasyim. Penulis memiliki banyak kesamaan pandangan dengan Wahid Hasyim dalam bidang politik, khususnya politik luar negeri. Walau memang makna dan substansi cara berpikirnya berbeda, karena dipengaruhi oleh faktor zaman.

Fenomena Unik Nahdlatul Ulama



Banyak orang hanya memandang Nahdlatul Ulama sebagai organisasi biasa, sama seperti yang lainnya. Tidak berbeda dengan Muhammadiyah, Persis, FPI, FUI, dan organisasi-organisasi Islam yang lainnya. Alasan mereka sederhana, karena Nahdlatul Ulama memiliki karakteristik keorganisasian yang sempurna. Dengan memiliki struktur organisasi yang lengkap, memiliki Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan keanggotaan resmi, jelas Nahdlatul Ulama hanyalah sebatas organisasi Islam biasa, tidak ada yang spesial.

Tidak salah memang pemikiran mereka, tapi menurut penulis, terlalu terburu-buru jika melihat fenomena Nahdlatul Ulama hanya sebatas organisasi Islam biasa. Ada fenomena unik dalam organisasi Islam di Indonesia yang tidak bisa disimpulkan hanya sekejap mata saja, harus ada kajian khusus. Entah itu Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, maupun Hizbut Tahrir Indonesia, semuanya memiliki kehidupan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Akar Ahlussunnah di Indonesia


Islam yang disebarkan dan berkembang di Indonesia dari zaman dahulu adalah Islam bercorak Sunni, bukan corak yang lain. Pendekatan yang dilakukan oleh para pedagang dan da’i dari Timur Tengah dan Asia Selatan yang datang ke Indonesia adalah pendekatan sufistik. Tidak heran, Nusantara bisa di Islamkan hingga hampir 90% tanpa peperangan. Hal ini juga bisa dibuktikan dengan banyaknya ajaran Islam di Indonesia yang ternyata tidak memiliki dalil dalam kajian Fikih, karena ternyata ajaran-ajaran tersebut merupakan amaliyah yang biasa dilakukan oleh kaum sufi. Sementara dalam masalah fikih, umat Islam di Indonesia cenderung taklid atau ittiba’ terhadap madzhab Syafi’i. Lalu bagaimana dengan akidah?

Sebelum melangkah kesana, kita pahami bersama bahwa Islam mengalami perpecahan yang sangat radikal di akhir pemerintahan khalifah Ali. Perpecahan Islam ini merupakan suatu sunnatullah yang tidak bisa kita hindari. Rasulullah banyak menyebutkan bahwa Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, dan hanya satu yang akan selamat. Pertanyaan pertama muncul, siapakah golongan yang selamat itu?

Kubangan Politisasi Agama di Pilpres 2019


Akun media sosial manapun yang kita masuki, selalu muncul postingan-postingan tentang Pilpres. Lebih sistematis hingga melupakan ajang kompetisi yang sebenarnya. Alih-alih berdiskusi dalam hal program kerja, namun pada kenyataannya agama pula yang selalu di bawa-bawa. Belum lama ini kita mendengar ejekan dan hinaan kepada Capres Joko Widodo yang salah ucap dalam membaca kalimat “Al-fatihah” dan juga dalam menyanyikan lagu Nisa Sabyan yang terkenal itu. Muncullah tuduhan Capres Joko Widodo tidak mewakili sisi-sisi keislaman.

Namun ternyata, hal senada pun menimpa kubu penantang. Mana kala Capres Prabowo salah berucap tentang nabi Muhammad, isu nya melambung dan meluas di seantero jagad sosial. Bahkan video cara wudlu Capres Prabowo tidak luput dari kritik. Baru-baru ini cawapres Sandiaga Salahudin Uno juga melambung gara-gara melakukan praktik wudlu yang berbeda dari mayoritas umat Islam di Indonesia. Hujatan demi hujatan mengarah. “Hasil Ijtima’ Ulama tapi tidak Islami...”