Pembaca bisa berdiskusi dengan Idik Saeful Bahri melalui email : idikms@gmail.com, idik.saeful.b@mail.ugm.ac.id, atau idikms@mahkamahagung.go.id

Selasa, 10 Desember 2019

Memaknai Qadla dan Qadar


Tidak bisa kita sangkal lagi, bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu. Semua yang ada di alam raya ini, tidak lain merupakan kehendak Allah. Semua kejadian yang telah kita saksikan, yang pernah kita dengar, tidak ada satu pun yang terjadi tanpa ketentuan Allah. Allah benar-benar berkuasa atas segala sesuatu.

Kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan) dalam kitab Lauhul Mahfudz yang terjaga rahasiaannya dan tidak satu pun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semuanya mutlak merupakan kehendak Allah Azza wa Jalla.


Kematian, kelahiran, rezeki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka, semuanya telah ditetapkan sesuai ketentuan-ketentuan Ilahiyah yang tidak pernah diketahui oleh manusia atau makhluk yang lain. Dengan tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba yang terus menebar kebaikan, dan berusaha keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim, yaitu melihat Rabbul ’alamin dan menjadi penghuni Surga.

Keimanan seorang muslim, diwujudkan dalam kepercayaannya terhadap 6 pilar rukun iman yang sudah disabdakan oleh nabi. Satu diantara keenam pilar tersebut adalah iman terhadap Qadla dan Qadar dari Allah. Sebuah keimanan yang harus ada dalam diri seorang muslim. Salah memahami keimanan terhadap takdir atau Qadla dan Qadar ini dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang.


  • A.    Pengertian

Secara bahasa, Qadla artinya adalah ketetapan. Lebih jelasnya, Qadla merupakan ketetapan Allah swt kepada setiap mahluk-Nya yang bersifat Azali. Azali Artinya ketetapan itu sudah ada sebelumnya, jauh-jauh hari dari kelahiran makhluk. Jadi gambaran luasnya, setiap skenario waktu yang ada hingga hari kiamat nanti, telah ada ketentuannya dan telah diatur oleh Allah.

Sedangkan Qadar menurut bahasa artinya adalah ukuran. Qadar merupakan penjelasan sebuah penciptaan sesuai dengan ukuran atau timbangan yang telah ditentukan sebelumnya. Qadla dan Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir.  Jadi, Iman kepada qadla dan qadar adalah percaya sepenuh hati bahwa sesuatu yang telah terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi di alam raya ini, semuannya telah ditentukan oleh Allah swt sejak jaman azali. 


  • B.     Dasar Hukum

Dalil naqli mengenai tuntutan iman kepada qadla dan qadar sebenarnya sangat banyak sekali, baik itu dari al-Qur’an, maupun dari hadits nabi. Tapi untuk lebih memudahkan, penulis disini hanya akan memberikan dua dalil saja, satu dari al-Qur’an dan satu lagi dari hadits nabi, yang sudah umum dijadikan dasar bagi kebanyakan umat muslim.

Tiadalah suatu bencana menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu, melainkan dahulu sudah tersurat dalam kitab (Lauhul Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid : 22)

Rasulullah saw bersabda, “Iman adalah kamu percaya kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, para rasul-Nya, hari akhir, dan kamu percaya kepada takdir baik maupun buruk.” (HR. Muslim)


  • C.    Macam-macam Takdir

Setidaknya istilah takdir secara umum ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

  • 1.      Takdir Muallaq

Takdir muallaq adalah takdir Allah swt atas makhlukNya yang memungkinkan takdir tersebut dapat berubah karena usaha dan ikhtiar makhlukNya tersebut. Itu artinya, Allah memberikan sebuah keleluasaan bagi makhluk untuk melakukan segala sesuatu dengan keinginan dirinya. Tapi walau begitu, setiap keinginan makhluk yang merupakan usaha atau ikhtiar itu, tetap saja merupakan kehendak Allah Azza wa Jalla.

Takdir muallaq ini yang seharusnya dipahami lebih jauh oleh umat muslim. Jangan sampai, istilah beriman kepada qadla dan qadar dijadikan alasan pembenar untuk tidak melalukan usaha atau ikhtiar demi mewujudkan diri menjadi lebih baik. Banyak contoh yang bisa kita ambil dalam pembahasan takdir muallaq ini. Penulis meyakini bahwa setiap manusia pasti memiliki kesalahan dan kekhilafan. Untuk memperbaiki kesalahan itulah, manusia selalu belajar untuk menjadi lebih baik. Dalam mewujudkan itulah, merupakan usaha yang dilakukan oleh manusia dengan kehendaknya sendiri.

Dalil akan adanya takdir muallaq yang biasa dijadikan dasar hukum adalah firman Allah di dalam al-Qur’an yang berbunyi:

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu  kaum sehingga mereka itu mengubah nasibnya sendiri.” (Ar-Radu : 11)


  • 2.      Takdir Mubram

Takdir mubram inilah yang seharusnya menjadi sorotan kita. Takdir mubram adalah takdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan kejadiannya. Takdir mubram ini murni merupakan ketentuan dan kehendak Allah. Semua makhluk diatur oleh takdir mubram ini, tak terkecuali malaikat. Dan tidak ada satupun makhluk yang bisa melawan takdir ini. Andaikan seluruh makhluk bergabung menjadi satu, seluruhnya, untuk merubah satu saja dari takdir mubram yang sudah diatur oleh Allah, demi Allah takdir tersebut tidak akan berubah kecuali atas izin Allah.

Contoh dari takdir mubram ini diantaranya adalah kelahiran makhluk, kematian, jodoh, rezeki, terjadinya kiamat, bencana alam, dan beberapa ketentuan lain yang sudah diatur oleh Allah.  Seluruh hal yang masuk dalam kategori takdir mubram ini adalah rahasia Allah swt, hanya Allah yang mengetahuinya. 


  • D.    Hikmah Beriman kepada Qadla dan Qadar

Sama seperti beriman kepada rukun iman yang lain, iman kepada qadla dan qadar juga seharusnya memberikan dampak yang positif bagi kehidupan seorang muslim. Setidaknya orang yang beriman kepada qadla dan qadar memiliki sebuah kemuliaan hati untuk lebih dekat dengan Allah.

Beriman kepada adanya takdir muallaq akan memunculkan semangat ikhtiar dalam diri seorang muslim. Hal ini harus benar-benar dipahami oleh umat muslim. Beberapa intelektual muslim berpendapat, bahwa mundurnya peradaban Islam salah satu alasannya adalah kesalah pengertiannya terhadap makna qadla dan qadar. Banyak muslim yang mengabaikan takdir muallaq, hingga merasa semuanya sudah diatur oleh Allah dan tidak bisa dirubah. Akhirnya, orang-orang semacam ini hidup dengan penuh kemalasan.

Sementara hikmah beriman kepada takdir mubram adalah untuk menguatkan diri ketika menghadapi cobaan yang berat. Misalnya kita diuji oleh Allah dengan sebuah bencana alam. Dengan beriman kepada adanya ketetapan dan kepastian Allah, kita tidak dengan mudah menyalahkan keadaan. Kita harus percaya bahwa setiap cobaan yang datang, murni merupakan ketetapan Allah.

Beriman kepada qadla dan qadar juga akan memberikan efek yang luar biasa, salah satu diantaranya adalah menguatkan diri dengan sifat sabar, tawakal, serta memiliki tekad dalam memperjuangkan impiannya. Jika seorang muslim sudah bisa membedakan antara ketetapan Allah yang sudah mutlak dan ketetapan yang masih bisa dirubah, maka muslim seperti ini adalah orang-orang yang beruntung. Mereka tidak hanya menggantungkan dirinya kepada Allah, tapi juga tidak menghilangkan eksistensi Allah dalam mengatur dirinya.

Dan diantara sifat yang bisa dimunculkan karena beriman kepada qadla dan qadar, salah satunya lagi adalah qanaah. Sifat qanaah ini adalah menerima apa adanya dari apa yang yang sudah ditentukan Allah. Sifat ini adalah salah satu puncak dari sifat makhluk yang beriman akan adanya ketetapan Allah yang sudah pasti, yakni takdir mubram. 

Disamping qanaah, sifat lain yang juga akan dimiliki oleh mereka yang benar-benar beriman kepada qadla dan qadar adalah banyaknya rasa syukur dan tidak sombong. Dengan meyakini adanya ketetapan Allah, orang yang beriman kepada qadla dan qadar akan senantiasa bersyukur dalam segala keadaan. Hal terburuk dalam hidupnya pun akan tetap dia syukuri, karena meyakini itu adalah ketetapan Allah. Dan secara tidak langsung, orang tersebut juga akan dihindari dari sifat sombong. Mana mungkin sifat sombong ini muncul sementara dia meyakini dirinya tidak berkuasa atas segala sesuatu kecuali atas izin Allah.


  • E.     Antara Qadariyah dan Jabariyah

Dalam memahami takdir, Islam melahirkan dua kubu dimana satu dengan yang lainnya merupakan kebalikan yang sangat kontras. Hal ini tidak lain adalah kesalah-pengertian kedua kubu itu dalam memahami takdir Allah.

Kedua aliran ini sama sekali tidak paham dengan pembahasan kita sebelumnya, mengenai adanya takdir muallaq dan takdir mubram. Satu kubu hanya menerima takdir muallaq saja, satunya lagi hanya mempercayai adanya takdir mubram saja.

Salah satu aliran yang terkenal adalah aliran Qadariyah. Aliran ini adalah aliran yang hanya fokus mempercayai kehendak manusia, sementara Allah hanya bersifat menyetujui dari apa yang sudah dikehendaki oleh manusia. Dalil naqlinya sederhana, yaitu Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu merubahnya. Dalil ini selalu dijadikan dasar bagi aliran ini untuk membenarkan tindakan mereka.

Aliran Qadariyah adalah buntut panjang dari lahirnya aliran teologi yang rasionalis. Dengan mengandalkan akal, aliran ini mengklaim hidup ini hanya bisa maju jika terus mengembangkan akalnya. Dan menurut aliran ini pula, Allah tidak akan mungkin membatasi umatnya untuk terus berkarya dengan akalnya. Jadi takdir Allah yang sudah pasti adalah sesuatu hal yang tidak logis.

Sementara aliran kebalikannya adalah aliran Jabariyah. Aliran ini justru berpendapat bahwa makhluk tidak bisa berbuat apa-apa terhadap takdir Allah. Aliran ini malah menentang adanya takdir muallaq. Aliran Jabariyah biasanya melahirkan aliran-aliran tasawwuf yang bathil. Mereka mengesampingkan duniawi seluruhnya. Disatu sisi memang baik, tapi kadang memiliki efek yang buruk.

Kita disini tidak hadir untuk memvonis kedua aliran tersebut. Satu dengan yang lainnya memiliki kelebihan dan kelemahan. Aliran Qadariyah memiliki kelebihan dalam kemajuan peradaban. Dengan menganut aliran ini, seorang muslim akan terus berkembang akalnya dan terus maju menembus batas-batas Tuhan. Sementara Jabariyah juga memiliki kelebihan sebagai pribadi-pribadi yang baik dan shaleh dalam menghadapi hidup ini. Tapi dilain pihak, keduanya memiliki kelemahan yang sangat fatal. Qadariyah tentu akan mengabaikan hakikat hidup di dunia, yakni kematian. Golongan ini hanya terus fokus kepada urusan duniawi hingga kadang lupa akan kehidupan akhirat, sementara Jabariyah pun memiliki kelemahan yang lumayan serius. Aliran ini akhirnya agak menjauhi umat lain. Aliran ini juga melupakan salah satu hakikat hidup, yakni berdakwah kepada kebenaran.

Maka dari itu, konsep Ahlussunnah wal Jamaah lahir untuk menjembatani keduanya. Ahlussunnah wal Jamaah mengakui akan eksistensi usaha dan ikhtiar manusia atau makhluk, dan Ahlussunnah juga meyakini akan kemaha-kuasaan Allah dalam mengatur setiap makhlukNya. Ahlussunnah inilah yang merupakan ajaran nabi. Wallahu A’lam.




=============================
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri, S.H., M.H.

Tidak ada komentar: