Orang bikin layang-layang ya tujuannya biar bisa terbang. Orang bikin sapu ya biar bisa dipake bersih-bersih. Lah masa orang bikin hukum kagak ada tujuannya? Nggak mungkin kan?
Maka disusunlah setidaknya 3 tujuan hukum. Sebenarnya ya tujuan hukum itu tidak hanya 3, tapi 3 ini yang paling terkenal:
- Teori Etis = Hukum itu Bertujuan Menciptakan Keadilan. Ini kagak usah dibahas ya, orang yang bukan mahasiswa hukum aja biasanya tau kalo hukum itu harusnya menciptakan keadilan.
- Teori Positivis/Normatif = Hukum itu Bertujuan Menegakkan Kepastian. Kepastian apa nih? Kepastian hubungan antara kamu dan si dia? Ya bukan itu. Kepastian disini adalah kepastian hukum. Kepastian hukum itu maknanya adalah hukum itu ditegakkan sesuai dengan isi tulisan di undang-undangnya. Misal nih, di undang-undangnya bilang, barang siapa yang mencuri dihukum 100 tahun. Nah, kepastian itu pake kacamata kuda. Pokoknya kalo ada yang mencuri harus dihukum 100 tahun sesuai undang-undang. Walaupun semisal ada nenek-nenek usia 70 tahun maling setangkai pohon, ya tetep 100 tahun hukumannya.
Kepastian itu nggak punya nurani. Ini kebalikan dari keadilan. Kalo dewi keadilan lihat nenek-nenek tadi yang maling nggak seberapa, pasti udah bilang gini, “alah cuma segitu doang dihukum. Udah bebasin aja. Koruptor masih banyak gini, tetep aja masih ngurusin nenek-nenek...”
- Teori Utilities = Hukum itu Bertujuan Melahirkan Kemanfaatan. Iyalah, orang kalo mau bikin apa-apa pasti harus bermanfaat lah. Ngapain bikin hukum kalo nggak ada manfaatnya bagi masyarakat?
Nah, tujuan “Keadilan” dan “Kemanfaatan” biasanya temen karib, jarang ribut lah pokoknya. Yang sering ribut itu, antara “keadilan” sama “kepastian”. Itu hampir setiap hari tawuran. Karena memang, rasa keadilan itu sifatnya kontekstual, dia punya rasa dan nurani. Mencuri hukumannya 100 tahun kalo dilakukan seorang menteri dan nilai yang dia curi hampir segede APBN, ya wajar dihukum 100 tahun. Tapi kalo nenek-nenek yang ngambil ranting pohon, masa harus 100 tahun juga? Nah itu hebatnya dewi keadilan.
Lain sama kepastian. Pokoknya di undang-undang bilang 100 tahun, harus 100 tahun. Nggak boleh nggak. Hukum harus tetep dijunjung walaupun langit hendak runtuh. Nah sejak dimunculkan gagasan tujuan hukum itu adalah kepastian, istilah “hukum” sudah tidak identik lagi dengan “keadilan”. Dulu, dulu sekali, orang bilang “hukum” itu maknanya adalah “keadilan”, karena memang hukum dan keadilan itu dua sejoli yang nggak bisa dipisahin. Tapi semua berubah saat muncul orang ketiga. Saat “kepastian” datang menggoda “hukum”, maka perkawinan “hukum” dan” keadilan” pun putus dengan sendirinya, mereka bercerai dengan tragis.
Dan sekarang, utamanya di negara-negara yang terpengaruh tradisi sistem hukum Eropa Kontinental (Eropa Daratan seperti Belanda, Jerman, Perancis), “hukum” sudah identik dengan “kepastian”. Termasuk Indonesia. Negeri tercinta kita ini kan dulu pernah dijajah Belanda. Jadi mau nggak mau ya pikiran orang Belanda ngaruh juga sama kita-kita ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar