Mengapa materi hukum tata negara Indonesia dimasukkan ke dalam bab yang sama dengan pengantar hukum Indonesia? Karena memang kajiannya sama. Materi kuliah hukum tata negara itu kan kebanyakan isinya hanya basa-basi, misalnya menjelaskan apa itu negara demokrasi, apa itu konstitusi, apa itu rule of law dan rechtsstaat, apa itu Hak Asasi Manusia, dan lain-lain.
Materi PHI dan HTN di Indonesia, sebagaimana pernah
saya sampaikan di dalam kelas, yang paling penting itu hanya 3 pembahasan saja,
yaitu hierarki lembaga negara, hierarki lembaga peradilan, dan hierarki
peraturan perundang-undangan. Hanya itu saja.
Mari kita bahas secara ringkas saja.
- A.
Hierarki
Lembaga Negara
Selain hierarki lembaga negara, orang juga biasa menyebutnya sebagai pilar kekuasaan. Tapi sebelum itu, harus tau ya perbedaan lembaga negara saja dan lembaga tinggi negara. Yang lembaga tinggi negara itu adalah lembaga yang langsung berada di bawah UUD NRI. Lembaga tinggi negara juga bisa disebut sebagai lembaga negara. Sementara lembaga negara saja itu ya selain yang lembaga tinggi negara.
Di Indonesia sekarang ini pasca-amandemen UUD NRI,
setidaknya ada 8 pilar kekuasaan di bawah UUD. Prof. Mahfud MD menyebutnya
sebagai hasta-as politica. Hasta itu artinya 8, politica itu kekuasaan.
Jadi ada 8 pilar kekuasaan di Indonesia.
- 1.
Presiden.
Ini merupakan lembaga eksekutif. Orang biasa menyebutnya sebagai pemerintah.
Presiden biasa juga disebut sebagai
kepala pemerintahan. Tugas dari presiden hanya satu saja: melaksanakan segala
macam urusan pemerintahan. Hanya itu. Walaupun isinya ya luas sekali, mulai
dari urusan pendidikan, ekonomi, kerakyatan, keamanan, bisnis, penegakan hukum,
itu semua tugas presiden. Tapi karena presiden itu hanya satu orang, maka tugas
yang banyak itu dibantu juga oleh para pembantu di bawahnya, yaitu menteri dan
lembaga negara lainnya di bawah presiden seperti kepolisian dan TNI.
- 2.
MPR,
Majelis Permusyawaratan Rakyat. Ini bagian dari lembaga legislatif. Tugasnya ya
salah satunya bisa menerbitkan Ketetapan MPR.
- 3.
DPR,
Dewan Perwakilan Rakyat. Ini juga termasuk kekuasaan legislatif. Tugasnya yang
utama, membuat undang-undang.
- 4.
DPD,
Dewan Perwakilan Daerah. Nah kalo yang ini tidak terdefinisi nih jenis
kelaminnya, bukan eksekutif, bukan legislatif, apalagi bukan yudikatif. Lah
terus apaan? Ya udah DPD aja udah. Tugasnya: menjadi penghubung antara
pemerintah pusat dan daerah.
- 5.
MA,
Mahkamah Agung. MA ini merupakan
kekuasaan kehakiman atau lembaga yudikatif. Tugasnya yang utama: menerima
permohonan kasasi dan peninjauan kembali, menyelesaikan sengketa kewenangan
mengadili, dan judicial review
peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap UU. Sebetulnya bukan hanya itu
tugasnya, tapi ya yang paling penting itu lah.
- 6.
MK,
Mahkamah Konstitusi. Ini juga termasuk kekuasaan yudikatif. MK ini tugas
utamanya adalah judicial review UU terhadap UUD. Selain itu juga
menerima sengketa pemilu, pembubaran partai politik, dan mengadili presiden dan
wakil presiden.
- 7.
KY,
Komisi Yudisial. KY ini juga sama seperti DPD tadi, ini tidak bisa
diidentifikasi jenis kelaminnya. KY berkali-kali saya jelaskan, bukan termasuk
kekuasaan yudikatif, walaupun namanya ada kata yudisial. Tugasnya yang utama
adalah mengawasi kinerja hakim. Jadi hakim itu berat, mas. Selain harus
diawasi oleh pihak internal Mahkamah Agung, juga harus diawasi oleh lembaga
eksternal yaitu Komisi Yudisial. Dan dua-duanya lembaga tinggi negara lagi.
Ngeri ngeri.
- 8.
BPK,
Badan Pemeriksa Keuangan. Ini juga tidak bisa diidentifikasi, bukan eksekutif,
bukan legislatif, bukan pula yudikatif. Tugas BPK ini ya sesuai namanya,
melakukan audit keuangan terhadap semua pengeluaran yang dilakukan oleh setiap
lembaga negara.
Nah pernah saya sampaikan berkali-kali, kedelapan
lembaga tersebut kedudukannya setingkat dibawah UUD. Jadi, presiden itu
kedudukannya setingkat ketua MPR, setingkat pula dengan ketua MA, dan seterusnya.
Jadi sebetulnya, yang berkuasa di Indonesia itu aslinya ada 8. Yang menjadi
kepala negara di Indonesia juga aslinya ada 8. Hanya saja, nggak mungkin kan
kepala kok ada 8. Maka sebagai simbol, presiden karena tugasnya yang paling
banyak dijuluki sebagai kepala negara. Tapi lagi-lagi saya katakan, presiden
disebut sebagai kepala negara itu bukan dalam arti yang sesungguhnya, tapi itu
hanya sebagai simbol saja.
- B.
Hierarki
Lembaga Peradilan
Hierarki lembaga peradilan atau hierarki kekuasaan kehakiman disini, seluruhnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Ada 4 jenis peradilan ya di bawah MA, yang itu jika saudara main ke setiap pengadilan, di bagian depannya itu pasti jumlah tiang pengadilannya ada 4. Itu simbol. Apa saja ke empatnya itu?
- 1. PN, Pengadilan Negeri, alur proses di dalamnya disebut sebagai peradilan umum. Kompetensi absolutnya atau kewenangannya, secara sederhana hanya ada 2, yaitu: mengadili perkara pidana yang dilakukan rakyat sipil, dan mengadili perkara perdata yang bukan hukum Islam. Didalam Pengadilan Negeri ini setidaknya ada 6 lembaga peradilan khusus, yaitu:
a.
Pengadilan
anak
b.
Pengadilan
HAM yang bersifat ad-hoc atau sementara
c.
Pengadilan
tindak pidana korupsi
d.
Pengadilan
niaga
e.
Pengadilan
perikanan
f.
Pengadilan
hubungan industrial
- 2. PA, Pengadilan Agama, alur prosesnya disebut peradilan agama. Kompetensi absolutnya secara sederhana, adalah mengadili perkara perdata yang ada hubungannya dengan hukum Islam. Pengadilan agama ini memiliki 1 anak, yang itu masih bisa kita perdebatkan ya sebagaimana saya pernah jelaskan di mata kuliah HTN, yaitu:
a.
Mahkamah
Syar’iyyah di Aceh.
- 3. PTUN, Pengadilan Tata Usaha Negara, alur prosesnya disebut peradilan tata usaha negara. Kompetensi absolutnya adalah mengadili sengketa yang ada hubungannya dengan kebijakan pemerintah, atau biasa disebut dengan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). PTUN ini juga punya 1 anak, yaitu:
a.
Pengadilan
Pajak
- 4. PM, Pengadilan Militer, alur prosesnya disebut peradilan militer. Kompetensi absolutnya adalah mengadili perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI dan mengadili sengketa Keputusan Tata Usaha Militer (KTUM), kebijakan yang dikeluarkan oleh para petinggi militer.
- C.
Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Hierarki peraturan perundang-undangan itu maksudnya
adalah peraturan-peraturan yang wajib ditaati oleh setiap warga negara. Saudara
sebagai mahasiswa hukum harus bisa membedakan mana hierarki peraturan
perundang-undangan, mana sebuah kebijakan dari pemerintah. Konsekuensi keduanya
bisa berbeda. Mari kita jelaskan singkat saja.
Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia
yang terbaru diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, yaitu:
- 1.
Undang-Undang Dasar NRI 1945
- 2.
Ketetapan MPR
- 3.
UU/Perpu
- 4.
Peraturan Pemerintah (PP)
- 5.
Peraturan Presiden (Perpres)
- 6.
Peraturan Daerah tingkat Provinsi
- 7.
Peraturan Daerah tingkat Kabupaten/Kota
- 8.
Ditambah dengan setiap “Peraturan” yang dikeluarkan oleh lembaga yang
lembaga tersebut dibentuk oleh UU, misalnya “Peraturan Mahkamah Agung (Perma)”,
“Peraturan BPK”, “Peraturan BI”, “Peraturan KPU”, “Peraturan Menteri”, dan
lain-lain.
Setiap produk hukum yang dibuat oleh lembaga negara,
bisa diajukan sengketa oleh masyarakat yang tidak menyetujuinya atau yang hak
konstitusionalnya dilanggar berdasarkan produk hukum tersebut. Hal ini tidak
lain merupakan bentuk pengejawantahan terhadap proses negara hukum.
Untuk UU/Perpu yang dianggap melanggar UUD, maka
sengketanya bisa diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Sementara untuk peraturan perundang-undangan dibawah UU, misalnya PP atau
Perpres, sengketanya bisa diajukan judicial review ke Mahkamah Agung.
Namun ada satu hal yang menarik disini, bahwasanya
hingga tulisan ini dibuat, sejauh yang saya ketahui, Ketetapan MPR belum
memiliki suatu jalur hukum yang bisa ditempuh. Pernah terjadi suatu kasus
Ketetapan MPR diajukan judicial review ke MK, namun MK malah menolaknya.
Entahlah...
Misalnya kita ambil contoh, Rizal merupakan seorang
pekerja/buruh di PT. Nusantara. Ketika tau bahwa DPR mengesahkan UU Cipta
Kerja, dia merasa UU tersebut akan merugikan hak dia sebagai seorang
pekerja/buruh. Maka Rizal bisa mengajukan judicial review UU Cipta Kerja
ke Mahkamah Konstitusi.
Ditempat yang lain, Moldi juga merupakan seorang
pekerja/buruh di PT. Bumi Pertiwi. Dia mendengar ada Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan nomor sekian yang disahkan, dan setelah ia baca ternyata isinya
merugikan dia sebagai seorang pekerja/buruh. Maka Moldi bisa mengajukan judicial
review peraturan menteri tersebut ke Mahkamah Agung.
Adapun selain yang tercantum diatas, masuk kategori
kebijakan (policy), yang penyelesaian sengketanya ke PTUN. Namun perlu
saya sampaikan, dalam prakteknya kadang teori ini tidak berlaku.
============
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri (idikms)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar