Baca baik-baik bagian ini, ya. Saya merasa gagal sebagai dosen jika mahasiswa semester atas masih gagap nggak paham soal subjek hukum. Pas tau mahasiswa nggak bisa jawab, saya cuma bisa mengelus dada sambil bilang, “duh Gusti, paringi sabarrr.... Gustiiii....”
Coba saudara perhatikan pertandingan badminton antara Lin Dan dan Taufik Hidayat. Saat nonton di tv, itu kan banyak banget orangnya ya. Si Lin Dan nya ada lagi maen, si Taufik Hidayat juga ada, si wasit juga ada lagi duduk ditengah, terus ada kameramen, ada pelatih, ada penonton, ada tukang sapu, dan segala macemnya.
Tapi walaupun di gedung saat pertandingan badminton itu banyak orang, kita tau sendiri kalo sejatinya yang maen itu ya cuma si Lin Dan sama si Taufik Hidayat. Nah itu namanya subjek. Orang yang jadi fokus perhatian, itu subjek namanya.
Lah sama dengan hukum. Gampangannya aja lah ya, anggap saja pengadilan itu sama kayak lapangan badminton, maka dua pihak yang sedang bersengketa di pengadilan, itu namanya subjek hukum. Atau kalo mau diartikan, subjek hukum itu orang yang bisa bertanggungjawab atas setiap tindakannya dihadapan hukum, atau dihadapan pengadilan.
Kan hampir mirip sama definisi subjek badminton. Subjek badminton adalah siapa saja orang yang bisa bermain di arena atau lapangan badminton. Kan mirip kan?
Nah untuk bisa bermain badminton di level dunia, pasti ada syaratnya. Minimal juara tingkat nasional dulu misalnya, terus umurnya nggak boleh lebih dari 45 tahun misalnya karena itu usia pensiun atlet, dan lain-lain.
Nah subjek hukum pun sama. Untuk bisa bertanggung jawab dihadapan hukum atau di pengadilan, harus ada syarat-syaratnya.
Oke langsung saja kita bahas subjek hukum. Ada 2 ya subjek hukum itu:
- Natuurlijk Persoon = Manusia atau orang perorang (bukan orang-orangan)
Iya lah, namanya hukum kan dibuat untuk ngatur manusia, jadi ya manusia itu lah jadi subjeknya. Nah, tapi tidak semua manusia bisa jadi subjek hukum. Ada kriterianya. Apa aja?
Harus cakap. Secara umum syaratnya hanya cakap. Cakap ini bisa ditentukan oleh kedewasaan atau umur, bisa juga oleh keadaan mental. Tapi khusus masalah umur, di Indonesia nggak bisa asal pasang angka saja. Nggak bisa. Misal “orang yang cakap adalah yang sudah berusia 18 tahun”, itu nggak bisa bilang gitu. Karena aturan cakap dari kedewasaan/umur ini bisa beda-beda di setiap peraturan perundang-undangan. Sudah berkali-kali saya bahas di dalam kelas ya ribetnya nentuin umur ini. Jadi nanti untuk umur, kita nyari aman aja ya, pendapat yang saya kutip dari dosen saya saat di kelas sementara jangan dipake dulu lah ya, karena memang kurang populer. Jadi masalah batas umur ini, setiap klaster hukum bisa beda-beda. Dalam pidana sekian tahun, nanti di perdata bisa beda lagi.
Selain dari kedewasaan atau umur, cakap juga bisa dinilai dari keadaan mental. Kalo dia sakit jiwa, ya tentu dia bukan subjek hukum. Karena bukan subjek hukum, maka dia nggak bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. Misalnya saudara lagi jalan-jalan, tiba-tiba saudara dipukul orang gila. Ya itu mah musibah, mas, ikhlasin. Jangan mentang-mentang mahasiswa hukum terus minta pertanggungjawaban ke si orang gila tadi. Nanti saya yang repot, sebenernya yang gila itu siapa? Jangan-jangan saudara juga ikutan gila?
- Rechts Persoon = Badan Hukum
Nah ini yang ribet. Nanti setiap klaster hukum, ruang lingkup badan hukum itu bisa beda-beda ya. Oke secara umum aja dulu. Ada beberapa badan hukum yang harus saudara tau:
- Negara. Loh kok negara? Lah memang. Bukannya negara juga bisa kita seret ke pengadilan? Tindakan negara karena menghidupi banyak orang, setiap kebijakannya mau tidak mau pasti ada yang merugikan beberapa pihak. Lah kalo ada orang dirugikan karena kebijakan negara, masa nggak bisa dilawan si? Nah tapi tentu saja, negara ini nggak bisa jadi subjek hukum di semua klaster hukum. Harus lihat kondisi dulu ya. Khusus negara ini, biasa disebut sebagai badan hukum publik, dia tidak bisa di seret dalam kajian hukum privat.
- Partai Politik. Buka aja dah UU Partai Politik, itu badan hukum atau bukan.
- Organisasi Masyarakat. Ini juga buka dah UU Ormas nya yang pernah ribut-ribut itu, pake Perpu ya kalo nggak salah. Cape ngejelasinnya.
- Yayasan.
- Koperasi.
- Perseroan Terbatas.
- BUM Desa.
Mungkin selain yang saya sebutin ini, masih ada lagi. Tapi biasanya jarang digunakan dan hanya berlaku untuk klaster hukum tertentu saja. Misalnya kalo saudara belajar Hukum Internasional, nanti subjek hukumnya bisa aneh-aneh, misalnya ada Organisasi Internasional, ada juga Tahta Suci dari Vatikan. Pokoknya subjek hukum yang bagian dari rechts persoon ini bisa jadi lebih dari yang saya cantumin.
AWAS, KALO MASIH ADA YANG BILANG CV DAN FIRMA ITU BADAN HUKUM, mending wisuda nya di tunda dulu. Aduh. Jangan sampai ya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar