- A. Latar Belakang
Perang dagang antara Amerika
Serikat dan Tiongkok mulai memanas. Amerika kembali menerapkan kebijakan yang
menyudutkan Tiongkok. Amerika bersiap mengenakan tarif bea masuk impor produk
lain dari Tiongkok setelah sebelumnya memberlakukan penetapan tarif impor baja
dan aluminium. Presiden Amerika Donald Trump membidik Tiongkok langsung sebagai
negara yang selama ini dianggap menjalankan perdagangan berat sebelah dengan
Amerika. Pasalnya, defisit neraca dagang Amerika dengan Tiongkok terus melebar
setiap tahun. Defisit dagang Amerika dengan Tiongkok sepanjang 2017 semisal,
tercatat sebesar 375,22 miliar dollar AS atau naik 8,12 persen dari tahun 2016
yang sebesar 347,01 miliar dollar AS. Ekspor Amerika ke Tiongkok di 2017 hanya
130,36 miliar dollar AS, sementara impor Amerika dari Tiongkok sebesar 505,59
miliar dollar AS.[1]
Jumlah barang yang akan terkena
tarif impor bisa mencapai 100 produk. Potensi yang bisa didapat Amerika dari
penarikan tarif impor baru ini mencapai 60 miliar dollar AS. Bukan itu saja,
kabinet Trump juga mempertimbangkan untuk membatasi investasi perusahaan Tiongkok
di Amerika dengan alasan keamanan. Dalam paket kebijakan baru ini, Amerika juga
akan memperketat izin visa turis Tiongkok ke Amerika.
- B. Analisis Menurut Teori Konflik
Teori konflik muncul sebagai
bentuk reaksi atas tumbuh suburnya teori fungsionalisme struktural yang
dianggap kurang memperhatikan fenomena konflik sebagai salah satu gejala di
masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian. Pemikiran yang paling berpengaruh
atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx yang pada
tahun 1950-an teorinya mulai semakin merebak. Menurut Marx, sejarah dari segala
bentuk masyarakat dari dahulu hingga sekarang adalah sejarah pertikaian antar
golongan.[2]
Kasus diatas dapat dianalisis
dengan pendekatan teori konflik. Menurut Wese Becker, konflik merupakan proses
sosial dimana orang atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan
jalan menentang pihak lain yang di sertai dengan ancaman atau kekerasan.[3] Amerika dalam hal ini sebagai pihak yang merupakan pemain
utama dalam memunculkan isu-isu tersebut mengeluarkan paket kebijakan ekonomi
yang akan berdampak serius terhadap hubungan mereka dengan Tiongkok. Bahkan
lebih luas dari itu, kebijakan yang dikeluarkan Amerika akan berdampak besar
terhadap perekonomian dunia dalam jangka panjang.
Menurut An. Ubaedy, berdasarkan
teori konflik, terdapat dua macam definisi konflik, yaitu: definisi fisik dan
non-fisik seperti emosi, pemikiran, perasaan dan lainnya yang tidak bersifat
fisik. Dalam kamus Merriam Webster dan Advance, definisi konflik adalah
perlawanan mental (mental struggle) akibat adanya kebutuhan (needs),
dorongan, keinginan ataupun tuntutan (demands) yang berlawanan (opposite).[4] Konflik yang terjadi antara Amerika dan Tiongkok ini masuk
dalam jenis konflik non-fisik, karena keduanya hanya berbalas kebijakan di
internal negaranya. Namun walaupun masuk kategori konflik non-fisik, pengaruh
atau implikasi yang ditimbulkan bisa sangat besar.
Wakil Perdana Menteri Tiongkok Han
Zheng memperingatkan, perang dagang akan merugikan semua pihak dan memicu
"konflik yang lebih besar”.[5] Hal ini bukan tanpa alasan, karena hubungan kedua negara
tersebut digambarkan oleh para pemimpin dunia dan akademisi sebagai hubungan
bilateral terpenting di dunia. IMF bahkan khawatir konflik ini akan menimbulkan
risiko dalam pasar uang: premi tinggi dan berkurangnya arus modal.[6]
Konstelasi politik diantara
keduanya juga memiliki sejarah yang cukup serius, terutama selama Perang Korea
dan Perang Vietnam. Amerika dan Tiongkok, baik dari segi politik maupun
ekonomi, selalu bersaing untuk menjadi negara nomor satu di dunia. Tahun lalu,
dilansir dari data IMF April 2017, menunjukkan bahwa Amerika berada di posisi
pertama dengan tingkat perekonomian terbaik, sedangkan Tiongkok di posisi
kedua. Persaingan keduanya itu kini menjadi lebih mengerucut setelah Amerika
mengeluarkan kebijakan paket ekonomi melalui kabinet Trump.
Berita yang dilansir TIME,
pada 4 April kemarin, Kementerian Perdagangan Tiongkok mengajukan masalah
perdagangan Amerika ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Keputusan
Tiongkok ini segera memunculkan perang urat syaraf oleh kantor Perwakilan
Perdagangan Amerika di Tiongkok. Amerika menuduh bahwa Tiongkok melakukan
kecurangan dalam perdagangan, termasuk pencurian kekayaan intelektual dan
penjualan murah barang-barang Tiongkok di pasar global untuk membuat barang
Amerika tampak lebih mahal. Jalur yang ditempuh kedua negara dengan saling
berbalas kebijakan inilah, yang bagi penulis dapat memicu konflik yang jauh
lebih besar, dimana implikasinya bukan saja bagi kedua negara, namun juga bagi
sebagian besar negara di dunia.
Implikasi serius yang bisa
ditimbulkan jika konflik ini tidak mencair adalah terjadinya gejolak
perekonomian dunia. Hampir separuh negara-negara di dunia akan merasakan dampak
dari konflik kedua negara. Lebih dari itu, konflik ini juga bisa membuka memori
konflik politik diantara mereka dan dunia bisa kembali terjerembab kembali ke
era perang dingin. Bahkan jika kita tarik garis ke konflik politik terbaru di
Suriah, Tiongkok bisa masuk secara militer dan ambil bagian untuk bergabung di
kubu Rusia dan pemerintah Suriah. Maka sejatinya, konflik dagang antara Amerika
dan Tiongkok ini merupakan permasalahan serius. Jika tidak disikapi dengan
bijak, benar apa yang dikatakan Wakil Perdana Menteri Tiongkok Han Zheng,
konflik ini akan melahirkan konflik yang jauh lebih besar.
======================
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri, S.H., M.H.
[1] Aprillia Ika, Perang Dagang AS-China
Memanas, www.kompas.com, diakses pada 25 April 2018, pukul 10:18.
[2] George Ritzer and Douglass J. Goodman,
2011, Teori Sosiologi, Kreasi Wacana, Yogyakarta, hlm.153.
[3] Yulius P. Hermawan, 2007, Transformasi
dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi, Graha
Ilmu, Yogyakarta, hlm. 88.
[4] Definisi Konflik dan Macam-macam Konflik, http://www.learniseasy.com, diakses pada
tanggal 25 April 2018, pukul 11:17.
[5] China: Perang Dagang Akan Picu Konflik
Lebih Besar, https://www.voaindonesia.com,
diakses pada tanggal 25 April 2018, pukul 10:46.
[6] IMF Berharap Tensi Perang Dagang AS-China
Turun,
http://finansial.bisnis.com, diakses pada tanggal 25 April 2018, pukul 10:57.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar