Pembaca bisa berdiskusi dengan Idik Saeful Bahri melalui email : idikms@gmail.com, idik.saeful.b@mail.ugm.ac.id, atau idikms@mahkamahagung.go.id

Senin, 30 Desember 2019

Bayang-Bayang Konflik Besar Dibalik Perang Dagang Antara Amerika dan Tiongkok dalam Tinjauan Teori Konflik


  • A. Latar Belakang

Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok mulai memanas. Amerika kembali menerapkan kebijakan yang menyudutkan Tiongkok. Amerika bersiap mengenakan tarif bea masuk impor produk lain dari Tiongkok setelah sebelumnya memberlakukan penetapan tarif impor baja dan aluminium. Presiden Amerika Donald Trump membidik Tiongkok langsung sebagai negara yang selama ini dianggap menjalankan perdagangan berat sebelah dengan Amerika. Pasalnya, defisit neraca dagang Amerika dengan Tiongkok terus melebar setiap tahun. Defisit dagang Amerika dengan Tiongkok sepanjang 2017 semisal, tercatat sebesar 375,22 miliar dollar AS atau naik 8,12 persen dari tahun 2016 yang sebesar 347,01 miliar dollar AS. Ekspor Amerika ke Tiongkok di 2017 hanya 130,36 miliar dollar AS, sementara impor Amerika dari Tiongkok sebesar 505,59 miliar dollar AS.[1]

Jumlah barang yang akan terkena tarif impor bisa mencapai 100 produk. Potensi yang bisa didapat Amerika dari penarikan tarif impor baru ini mencapai 60 miliar dollar AS. Bukan itu saja, kabinet Trump juga mempertimbangkan untuk membatasi investasi perusahaan Tiongkok di Amerika dengan alasan keamanan. Dalam paket kebijakan baru ini, Amerika juga akan memperketat izin visa turis Tiongkok ke Amerika.


  • B. Analisis Menurut Teori Konflik

Teori konflik muncul sebagai bentuk reaksi atas tumbuh suburnya teori fungsionalisme struktural yang dianggap kurang memperhatikan fenomena konflik sebagai salah satu gejala di masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian. Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx yang pada tahun 1950-an teorinya mulai semakin merebak. Menurut Marx, sejarah dari segala bentuk masyarakat dari dahulu hingga sekarang adalah sejarah pertikaian antar golongan.[2]

Kasus diatas dapat dianalisis dengan pendekatan teori konflik. Menurut Wese Becker, konflik merupakan proses sosial dimana orang atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain yang di sertai dengan ancaman atau kekerasan.[3] Amerika dalam hal ini sebagai pihak yang merupakan pemain utama dalam memunculkan isu-isu tersebut mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang akan berdampak serius terhadap hubungan mereka dengan Tiongkok. Bahkan lebih luas dari itu, kebijakan yang dikeluarkan Amerika akan berdampak besar terhadap perekonomian dunia dalam jangka panjang.

Menurut An. Ubaedy, berdasarkan teori konflik, terdapat dua macam definisi konflik, yaitu: definisi fisik dan non-fisik seperti emosi, pemikiran, perasaan dan lainnya yang tidak bersifat fisik. Dalam kamus Merriam Webster dan Advance, definisi konflik adalah perlawanan mental (mental struggle) akibat adanya kebutuhan (needs), dorongan, keinginan ataupun tuntutan (demands) yang berlawanan (opposite).[4] Konflik yang terjadi antara Amerika dan Tiongkok ini masuk dalam jenis konflik non-fisik, karena keduanya hanya berbalas kebijakan di internal negaranya. Namun walaupun masuk kategori konflik non-fisik, pengaruh atau implikasi yang ditimbulkan bisa sangat besar.

Wakil Perdana Menteri Tiongkok Han Zheng memperingatkan, perang dagang akan merugikan semua pihak dan memicu "konflik yang lebih besar”.[5] Hal ini bukan tanpa alasan, karena hubungan kedua negara tersebut digambarkan oleh para pemimpin dunia dan akademisi sebagai hubungan bilateral terpenting di dunia. IMF bahkan khawatir konflik ini akan menimbulkan risiko dalam pasar uang: premi tinggi dan berkurangnya arus modal.[6]

Konstelasi politik diantara keduanya juga memiliki sejarah yang cukup serius, terutama selama Perang Korea dan Perang Vietnam. Amerika dan Tiongkok, baik dari segi politik maupun ekonomi, selalu bersaing untuk menjadi negara nomor satu di dunia. Tahun lalu, dilansir dari data IMF April 2017, menunjukkan bahwa Amerika berada di posisi pertama dengan tingkat perekonomian terbaik, sedangkan Tiongkok di posisi kedua. Persaingan keduanya itu kini menjadi lebih mengerucut setelah Amerika mengeluarkan kebijakan paket ekonomi melalui kabinet Trump.

Berita yang dilansir TIME, pada 4 April kemarin, Kementerian Perdagangan Tiongkok mengajukan masalah perdagangan Amerika ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Keputusan Tiongkok ini segera memunculkan perang urat syaraf oleh kantor Perwakilan Perdagangan Amerika di Tiongkok. Amerika menuduh bahwa Tiongkok melakukan kecurangan dalam perdagangan, termasuk pencurian kekayaan intelektual dan penjualan murah barang-barang Tiongkok di pasar global untuk membuat barang Amerika tampak lebih mahal. Jalur yang ditempuh kedua negara dengan saling berbalas kebijakan inilah, yang bagi penulis dapat memicu konflik yang jauh lebih besar, dimana implikasinya bukan saja bagi kedua negara, namun juga bagi sebagian besar negara di dunia.

Implikasi serius yang bisa ditimbulkan jika konflik ini tidak mencair adalah terjadinya gejolak perekonomian dunia. Hampir separuh negara-negara di dunia akan merasakan dampak dari konflik kedua negara. Lebih dari itu, konflik ini juga bisa membuka memori konflik politik diantara mereka dan dunia bisa kembali terjerembab kembali ke era perang dingin. Bahkan jika kita tarik garis ke konflik politik terbaru di Suriah, Tiongkok bisa masuk secara militer dan ambil bagian untuk bergabung di kubu Rusia dan pemerintah Suriah. Maka sejatinya, konflik dagang antara Amerika dan Tiongkok ini merupakan permasalahan serius. Jika tidak disikapi dengan bijak, benar apa yang dikatakan Wakil Perdana Menteri Tiongkok Han Zheng, konflik ini akan melahirkan konflik yang jauh lebih besar.




======================
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri, S.H., M.H.





[1] Aprillia Ika, Perang Dagang AS-China Memanas, www.kompas.com, diakses pada 25 April 2018, pukul 10:18.
[2] George Ritzer and Douglass J. Goodman, 2011, Teori Sosiologi, Kreasi Wacana, Yogyakarta, hlm.153.
[3] Yulius P. Hermawan, 2007, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 88.
[4] Definisi Konflik dan Macam-macam Konflik, http://www.learniseasy.com, diakses pada tanggal 25 April 2018, pukul 11:17.
[5] China: Perang Dagang Akan Picu Konflik Lebih Besar, https://www.voaindonesia.com, diakses pada tanggal 25 April 2018, pukul 10:46.
[6] IMF Berharap Tensi Perang Dagang AS-China Turun, http://finansial.bisnis.com, diakses pada tanggal 25 April 2018, pukul 10:57.

Tidak ada komentar: