Pembaca bisa berdiskusi dengan Idik Saeful Bahri melalui email : idikms@gmail.com, idik.saeful.b@mail.ugm.ac.id, atau idikms@mahkamahagung.go.id

Jumat, 20 Maret 2020

Buku: Perlindungan Upah Bagi Pekerja Badan Usaha Milik Desa




Para pekerja yang bekerja di BUM Desa umumnya tidak mendapatkan kepastian hukum dalam hal upah kerja yang harus diterima, karena dalam implementasi di lapangan pengupahan terhadap pekerja di lingkungan BUM Desa ditentukan oleh kemampuan BUM Desa itu sendiri.[1] Realita pengupahan tersebut tentu tidak memberikan perlindungan bagi para pekerja karena upah yang diberikan bisa saja di bawah upah minimum sebagaimana telah ditentukan oleh pemerintah daerah. Hal ini tentu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Lebih dari itu, tidak adanya satu pasal yang mengatur tentang perlindungan upah bagi para pekerja BUM Desa baik di Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2015 tentang BUM Desa maupun di Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, menyulitkan bagi para pengurus/pengelola di BUM Desa dalam mengatur besaran upah yang harus diberikan.

Masalah esensial lain adalah hubungan hukum diantara para pihak yang juga perlu untuk ditelaah lebih jauh. Apakah hubungan hukum antara BUM Desa dengan para pekerjanya bisa dikategorikan sebagai hubungan kerja? Jika ditarik definisi umum tentang hubungan kerja di Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dalam implementasi di lapangan, pekerjaan yang ditetapkan oleh unit usaha BUM Desa seringkali bisa dikerjakan di rumah dan memiliki jam kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Inkonsistensi antara norma dan realita inilah yang memerlukan penelitian lebih mendalam tentang hubungan hukum diantara BUM Desa dengan para pekerjanya, apakah merupakan bentuk hubungan kerja atau merupakan mitra kerja dengan masyarakat.
Konsep kemitraan bukan merupakan hubungan kerja karena tidak didasarkan pada perjanjian kerja, namun didasarkan pada perjanjian kemitraan (partnership agreement). Praktik di lapangan istilah perjanjian kemitraan dan perjanjian kerja seringkali digunakan oleh pengusaha dengan tidak tepat, sehingga suatu perjanjian kerja bisa jadi dalam pandangan hukum masuk kategori perjanjian kemitraan, begitu sebaliknya. Agus Mulya Karsona berpendapat bahwa hubungan kemitraan bersifat mutualisme, sehingga posisi para pihak adalah setara. Hal ini berbeda dengan hubungan kerja dimana posisi pengusaha dan pekerja bersifat atasan-bawahan/subordinasi.[2] Jika hubungan hukum antara BUM Desa dengan pekerjanya dalam pandangan hukum dianggap sebagai hubungan kemitraan, maka setiap pengupahan tidak tunduk terhadap peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
            Permasalahan-permasalahan di atas mengenai bidang ketenagakerjaan di BUM Desa terkhusus dalam hal pengupahan menarik perhatian penulis untuk menelaahnya lebih jauh. Penulis tertarik untuk meneliti kesesuaian norma yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, peraturan perundang-undangan tentang BUM Desa dan juga peraturan tentang pengupahan. Berdasarkan norma yang ada, penulis meneliti implementasi nyata di lapangan dalam memenuhi hak-hak pekerja di BUM Desa, utamanya mengenai upah. Oleh karena itu, penulis meneliti tentang masalah ini dengan mengambil sampel di BUM Desa X, di Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul.


[1]Penentuan Besaran Gaji untuk Pengelola BUM Desa”,  https://bumdes.id/2018/03/penentuan-besaran-gaji-untuk-pengelola-bum-desa/, diakses pada tanggal 19 Maret 2019, pukul 10:05.
[2] Letezia Tobing, “Sopir Taksi Karyawan atau Mitra Usaha?”, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51d2eb82cc175/sopir-taksi--karyawan-atau-mitra-usaha/, diakses pada tanggal 14 April 2019, pukul 15:20.




BUKU INI SUDAH BISA ANDA AKSES DI GOOGLE PLAY BOOKS


============================
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri, S.H., M.H.

Tidak ada komentar: